Jakarta, NU Online Demak
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan, dalam memperjuangkan Islam tidak ada istilah nasionalis-religius atau sebaliknya. Hal semacam itu, menurutnya, hanya akan melahirkan pendikotomian makna antara keduanya.
“Kami menjadi nasionalis karena Islam dengan niat Islam dengan motivasi Islam. Karena kami Islam, kami nasionalis. Jadi, gak ada tempat membuat dikotomi-dikotomi semacam itu,” tegas dia, di acara Ngaji Budaya Abad Ke-2, di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Kiai yang karib disapa Gus Yahya itu lantas mengatakan, berbicara tentang memperjuangkan Islam sama halnya dengan mencari cara menebarkan nilai-nilai Islam. Untuk itu, yang dibutuhkan adalah kecerdasan strategi untuk melakukannya.
“Karena ini kita semua lakukan demi Islam. Nah, sekarang yang paling penting kita pahami adalah kalau kita hendak memperjuangkan Islam, kita harus cerdas dalam memilih membangun konstruksi kendaraan bagi perjuangan itu sendiri,” kata Gus Yahya.
Strategi ini, terang dia, telah diteladankan oleh Wali Songo ketika mereka mengembangkan Islam di Nusantara. Di bawah perjuangan Wali Songo, dalam waktu kurang dari 50 tahun mereka bisa mengubah warna peradaban Nusantara ini menjadi warna Islam, merata di seluruh Nusantara.
“Mereka melakukan itu dengan cara membangun konstruksi-konstruksi tradisi masyarakat yang paling dikenal dan diikuti oleh masyarakat sebagai kendaraan yang membawa nilai-nilai Islam,” terangnya.
Bahkan, ia mengungkapkan bahwa kadang-kadang Wali Songo justru tidak menyebut bahwa yang tengah dikembangkan itu Islam. Tapi, mereka gigih mengajarkan nilai-nilai dari Islam.
“Di era kita bergulat hari ini, maka kita membutuhkan satu kecerdasan untuk menemukan kendaraan baru, strategi perjuangan yang baru. Kalau dulu para wali itu menggunakan kendaraan tradisi seni budaya masyarakat untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, hari ini kita juga kita harus menemukan kendaraan-kendaraan seperti yang dipakai para wali itu untuk membawakan nilai-nilai Islam, walaupun tidak harus menyebut Islam,” ucapnya.
Sebab, tambah dia, pergulatan Islam dan dunia saat ini sangat menegangkan, oran mencari fungsi tentang Islam di konteks peradaban baru.
“Nah, maka kita harus bisa menemukan cara apa sebetulnya Islam ini harus diperjuangkan supaya Islam lebih kuat pengaruhnya di masyarakat,” tandasnya
Sumber : NU Online