Senin Legi, 19 Mei 2025 / 21 Zulqaidah 1446 H
x
Banner

Jadwal Sholat Hari Ini Senin Legi, 19 Mei 2025 / 21 Zulqaidah 1446 H untuk Kab. Demak

Imsak
04:11
Subuh
04:21
Dzuhur
11:37
Ashar
14:58
Maghrib
17:31
Isya
18:43

Seyogyanya Peserta Pemilu Ajarkan Nilai-Nilai Pancasila dalam Hajatan Pemilu 2024

waktu baca 4 menit
Muhammad Azam Multazam
Rabu, 7 Jun 2023 14:15
0
2743

NU Online Demak

Peringatan Hari Lahir Pancasila telah berlewati beberapa hari yang lalu. Namun, meresapi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tetap masih relevan tiap harinya dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam musim kontestasi politik di Indonesia, yakni pada Pemilu 2024.

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terus berjalan dari satu tahapan ke tahapan yang lain. Saat ini tahapan yang sedang berjalan adalah tahapan penyusunan daftar pemilih dan tahapan pencalonan anggota legislatif, yakni DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pada tahapan anggota legislatif, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, pengumuman dan penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) pada 4 November 2023. Artinya, dari mereka yang namanya masuk di dalam DCT adalah calon anggota legislatif yang akan berkompetisi pada Pemilu 2024.

Segenap calon anggota legislatif yang berkontestasi dalam hajatan Pemilu 2024 tersebut diberi waktu untuk memperkenalkan diri pada calon pemilih pada tahapan kampanye nanti, sesuai Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 adalah 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Begitupun juga dengan calon presiden dan wakil presiden.

Dalam tahapan kampanye, kontestan pemilu berlomba-lomba menarik hati dan perhatian masyarakat. Melalui baliho, atau iklan di media mereka akan tampil untuk mencitrakan diri kepada masyarakat. Hal tersebut sebagai upaya untuk menarik daya dan suara masyarakat pada pemungutan suara nanti.

Untuk mewujudkan pemilu yang damai, sudah seharusnya peserta pemilu mengajarkan nilai-nilai Pancasila dalam berkampanye. Hajatan politik pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan Pemilu 2019 cukup bagi kita sebagai bahan refleksi, dimana polarisasi masyarakat sangat menonjol. Salah satunya lahir nama cebong dan kampret.

Untuk menghindari polarisasi, seyogianya peserta pemilu memberikan contoh yang baik dan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, melakukan politik identitas sebagai amunisi untuk menjatuhkan lawan. Selain itu, politik identitas berpotensi melahirkan perpecahan. Termasuk akhlaq tercela. Kata Pak Ustadz, akhlaq tercela itu harus dihindari. Begitulah pelajaran yang saya terima waktu kelas satu ibtidaiyah dulu.

Lebih baik peserta pemilu membangun komunikasi dan edukasi politik kepada masyarakat dengan baik. Hadir dengan citra keharuman visi misi yang dibawakan untuk berkampanye. Indonesia adalah negara majemuk. Sebagai peserta pemilu sudah seharusnya mengajak masyarakat untuk beradab dengan saling menghormati dan bersikap moderat dalam pagelaran pemilu. Hindari sikap yang akan menimbulkan perpecahan yang mengancam kerukunan.

Tak perlu bersikap eksklusif, memandang orang lain berbeda karena beda pilihan politik. Pemilu merupakan sarana integrasi bangsa. Pemilu adalah pesta demokrasi. Sesuai dengan namanya, pesta lazimnya terlaksana dengan suka cita, riang gembira, penuh dengan cinta dan kasih sayang. Tidak cocok kalau pemilu diwarnai dengan saling mengumpat, menghujat, dan ujaran kebencian.

Untuk menjaga marwah demokrasi, peserta pemilu perlu mengajak masyarakat untuk menjaga persatuan dan kerukunan bangsa dengan saling menghormati perbedaan pilihan. Beritahu kepada masyarakat bahwa menjaga tali persatuan kebhinekaan adalah sebuah keharusan.

“Nggih nopo mboten, Bapak-Ibu?”

Pemilu merupakan implikasi kedaulatan rakyat. Dimana rakyat berperan langsung dalam pemilihan calon pemimpin yang akan menduduki kursi pemerintahan. Mereka yang terpilih akan menjadi wakil rakyat yang duduk di kursi legislatif. Adalah bagian dari mengamalkan sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.”

Meski begitu, segenap peserta pemilu tak perlu melakukan paksaan kepada masyarakat untuk meraup perolehan suara apalagi sampai melakukan praktik politik uang dengan menyebarkan amplop kasih sayang kepada calon pemilih. Ingat, pasal 284 UU Nomor 7 Tahun 2017 harus diperhatikan lagi, Pak.

Begitu pula dengan masyarakat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih. Pastikan nama panjenengan sudah terdaftar sebagai calon pemilih. Gunakan hak pilih panjenengan pada 14 Februari 2024 nanti dengan baik. Jangan karena dipengaruhi politik uang, sebab suara panjenengan akan mempengaruhi hasil pemilihan pemimpin, dan bagian dari pengamalan sila keempat Pancasila.

“Mekaten nggih, Bapak-Ibu.”

Selain itu, pagelaran pemilu bagi peserta seyogianya menjadi sarana untuk memberikan contoh keadilan bagi masyarakat. Politik identitas bagian dari diskriminasi yang harus dihindari oleh peserta pemilu. Sebab hal tersebut kontradiktif dengan sila pungkasan dalam Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ( Penulis: Muhammad Azam)

Muhammad Azam Multazam

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap lengkapi captcha sekali lagi.

LAINNYA
x