NU Online Demak
Dikatakan bahwa terjadi perdebatan ilmiah antara dua Imam agung, yaitu imam Syafi’i RA dan Imam Sufyan As serta Tsauri RA tentang masalah hukum asli kulit bangkai binatang dan kesuciannya dengan cara disamak.
Pada mulanya Imam Syafi’i RA berpendapat bahwa kulit bangkai binatang selamanya tidak bisa suci walaupun dengan cara disamak, dengan berlandaskan surat Nabi Muhammad Saw kepada penduduk juhainah berikut ini :
“إني كنت رخصت لكم في جلود الميتة ، فإذا جاءكم كتابي هذا.. فلا تنتفعوا من الميتة بإهاب و عصب”
“Dulu Aku pernah memberi dispensasi kepada kalian atas sucinya kulit bangkai. Maka ketika datang suratku ini kepada kalian, janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai dan urat-uratnya .” (HR. Abu Daud : 4127)
Sementara Imam Sufyan As Tsauri memandang bahwa kulit bangkai itu dapat dihukumi suci dengan cara disamak, dengan bertendensi pada hadits yang muttafaq ‘alaih berikut ini :
“هلا انتفعتم بجلدها؟ قالوا إنها ميتة. قال: إنما حرم أكلها.
“Tidakkah kalian memanfaatkan kulitnya? Para sahabat menjawab: Namun sudah menjadi bangkai wahai Rasulullah? Beliau Saw bersabda: Yang diharamkan hanyalah mengkonsumsinya.” (HR.Bukhori : 1492./ HR.Muslim : 363)
وفي رواية ” ألا أخذوا اهابها ، فدبغوه فانتفعوا به”
Dalam riwayat lain”Tidakkah kalian mengambil kulitnya(إهاب)-sebelum disamak-? Kemudian mereka menyamaknya dan memanfaatkannya.”
Dan akhir dari perdebatan ini adalah Imam Sufyan As Tsauri RA mencabut pendapatnya dan ikut pendapat Imam Syafi’i bahwa:
“لا يطهر من الميتة شيء ”
“Tidak suci bagian apapun dari bangkai binatang”
Sedang Imam Syafi’i RA mencabut ijtihadnya dan ikut pendapat Imam Sufyan As Tsauri RA bahwa:
“جلد الميتة يطهر بالدبغ ”
“Kulit bangkai itu dapat suci dengan cara disamak”
Coba kita angan-angan bagaimana para salafuna as-solih memberi teladan kepada kita tentang tidak adanya sifat fanatisme dan kekakuan dalam berpendapat, dan bagaimana mereka mengikuti kebenaran ketika kebenaran itu telah tampak kepada mereka, dan meski mereka punya pandangan masing-masing namun kemudian menjadi damai dengan jelasnya dalil.( Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syatiri /Syarah yaqutun nafis: 63 , Darul minhaj).
Penulis: H. Afif Achmad (Pengurus LBMNU Demak)