Semarang, NU Online Demak
Menyongsong Konferensi Wilayah (Konferwil) ke-16 NU Jateng, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng akan menyelenggarakan Bahtsul Masail tanggal 14 Agustus mendatang.
Ketua PWNU Jateng HM Muzamil mengatakan, sambil menunggu informasi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tentang waktu pelaksanaan Konferwil NU Jateng, LBMNU mulai menyiapkan beberapa masalah yang bakal dibahas di konferwil.
“Sesuai hasil rapat dengan LBMNU Jateng, Komisi Bahtsul Masail akan membahas tentang Tahkiq kemiskinan, perampasan aset, dan hukum menerima politik uang,” ujarnya.
Disampaikan, untuk merumuskan beberapa masalah yang akan diajukan dalam konferwil, LBM pada Ahad (9/7/2023) kemarin telah menggelar rapat yang dihadiri pengurus LBM dan PWNU Jateng.
“3 as’ilah yang telah disepakati merupakan puluhan usulan as’ilah yang diterima LBMNU Jateng dari usulan LBMNU cabang se-Jateng,” terangnya.
Dikatakan, bahtsul masail terbatas akhir Juli mendatang akan diikuti para kiai dan tenaga ahli di Jawa Tengah. “kita harapkan ada rumusan yang komprehensif sehingga dapat menjadi pedoman bagi nahdliyin, khususnya di Jateng,” tambah mantan Ketua Korcab PMII Jateng itu.
Menurutnya, pada pra pembahasan nanti tidak menutup kemungkinan adanya masukan-masukan yang sangat penting dari para ulama. “Semua ini dimaksudkan agar kehidupan masyarakat dapat kondusif,” harapnya.
Sekretaris PWNU Jateng H Hudalloh Ridwan Na’im menambahkan, 23 Juli mendatang dilakukan kerja sama antara PWNU Jateng dengan Yayasan Menara Kudus dalam melaksanakan bahtsul masail di Kudus. “As’ilah yang akan dibahas meliputi fee konstruksi, fasyen, ekspor hasil tambang, dan lainnya,” ucapnya.
Ketua LBMNU Jateng KH Zaenal Amin menjelaskan, beberapa as’ilah yang bakal menjadi materi konferwil rencananya akan dimatangkan dengan mengundang para ahli pada akhir Juli 2023 mendatang.
“Insyaallah kami akan merumuskan aAs’lah dan meminta masukan para ulama dan tenaga ahli tentang masalah tersebut pada 31 Juli mendatang di Kantor PWNU Jl Dr Cipto 180 Semarang,” ucapnya usai rapat.
Menurutnya, perlu dicarikan maraji’ dari kitab-kitab fiqih, bagaimana batas kriteria garis kemiskinan yang dialami seseorang. “Sebenarnya kriteria kemiskinan yang dilakukan dewasa ini hanya dilihat sepintas lalu seperti ukuran bangunan tempat tinggal, fasilitas yang minim, serta pendapatan minimal 600 ribu rupiah per bulan,” jelasnya.
Ketentuan itu lanjutnya, penerapannya di masyarakat perlu dipertimbangkan kembali mengingat perkembangan yang ada terdapat dinamika yang berubah-ubah. Menurutnya, pembahasannya dilakukan sesuai perspektif ilmu fiqih, sebenarnya kemiskinan itu seperti apa dan bagaimana seharusnya dilakukan program pengentasannya.
Kemudian sambungnya, setiap kali pemilu terdapat beragam pendapat tentang politik uang. “Pembahasannya akan dititikberatkan pada bagaimana menurut fiqih bagi orang Islam yang menerima politik uang tersebut, supaya masyarakat mendapatkan kepastian hukum fiqih ketika ada yang menerima dari praktek politik uang tersebut,” kata Kiai Zaenal.
Kemudian juga berkembang masalah perampasan aset bagi koruptor. Sebenarnya masalah ini juga sangat kompleks bahwa korupsi itu telah merugikan keuangan negara. Bagaimana menurut fiqih merampas aset hasil korupsi. “Ada juga pemikiran tentang pemiskinan bagi para koruptor. Bagaimana ketentuan hukumnya dalam perspektif fiqih,” pungkasnya.
Sumber : NU Jateng Online/redaksi/cr