Sabtu Pahing, 16 Nov 2024 / 14 Jumadil Awwal 1446 H
x
Banner

Tata Kelola Nandlatul Ulama Dari Tradisi Politik Praktis Menuju Ri’ayatul Ummah

waktu baca 4 menit
Choerul Rozak
Senin, 4 Sep 2023 19:54
0
366

NU Online Demak

Gagasan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf tentang perubahan tata kelola NU dari tradisi politik praktis menuju ri’ayatul ummah perlu mendapatkan dukungan dari Nahdliyin. Dijelaskan oleh Gus Yahya, panggilan akrab Ketua Umum PBNU itu, dahulu banyak tokoh NU yang memiliki kualitas pribadi yang andal, atau kalau dalam bahasa santri disebut karamah. Namun saat sekarang ini, sulit menemukan figur pemimpin yang kharismatik.

Tokoh NU seperti KH As’ad Syamsul Arifin, KH Achmad Shiddiq, KH Abdurrahman Wahid banyak memiliki keistimewaan atau karamah. Namun saat ini sulit dijumpai tokoh sekaliber beliau semua. Untuk itu tata kelola NU perlu diubah sehingga NU tidak semata merupakan paguyuban, melainkan juga sebagai jamiyah atau perkumpulan yang menjalankan tugas-tugas kiai terdahulu sebagai pengayom dan pembimbing yang melayani umat.

Karena itu NU harus menjadi jamiyah yang kuat komitmennya yang terus menerus membela umat, bangsa, dan negara, bahkan juga membela nilai-nilai kemanusiaan. Dijelaskan oleh Gus Yahya dalam berbagai kesempatan, tugas pokok NU adalah meneruskan tugas kenabian (atsaru nubuwah) yang senantiasa membacakan ayat-ayat Allah SWT, membersihkan atau mencerdaskan jiwa, mengajarkan kitab, dan hikmah kepada umat.

Pelaksanaan tugas tersebut telah dijalankan ulama terdahulu dengan baik dan sukses. Dan kini tugas ini harus diteruskan oleh NU di semua tingkatan sampai pada Ranting dan Anak Ranting NU. Untuk itu, langkah awal yang dilakukan PBNU adalah memastikan bahwa kepengurusan NU mulai Anak Ranting dan Ranting NU harus valid dengan sumberdaya yang terdidik melalui kaderisasi yang ditetapkan. Demikian pula pengurus Majelis Wakil Cabang, Cabang, Wilayah, dan Pengurus Besar NU tidak boleh hanya sambil lalu mengerjakan tugas utama Jamiyah NU.

 

PBNU di bawah kepemimpinan Rais Aam KH Miftahul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf bersikap konsisten menerapkan disiplin jamiyah yang telah ditetapkan Muktamar ke-34 tahun 2021 dan Konferensi Besar tahun 2022 dengan menjalankan sembilan belas peraturan perkumpulan (perkum). Sikap tegas PBNU yang menyatakan tidak akan ada kandidat presiden dan wakil presiden juga anggota legislatif atas nama NU perlu dilihat dalam konteks mengembalikan tradisi NU dalam menjalankan ri’ayatul ummah. Menurut Gus Yahya, keputusan Muktamar ke-26 tahun 1979 tentang khitah nahdliyah yang diperkuat dengan keputusan Muktamar ke-27 tahun 1984 dan Muktamar ke-28 tahun 1989 belum pernah dihapus hingga Muktamar ke-34 tahun 2021, sehingga keputusan khitah nahdliyah tersebut tetap berlaku hingga sekarang.

Dari sisi kelembagaan, PBNU telah menata sedemikian rupa sehingga lembaga-lembaga di lingkungan NU harus menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya, yang program kerjanya diturunkan hingga ke ranting dan anak ranting. Nah, sebenarnya tugas melayani rakyat merupakan tugas pokok dari pemerintah agar rakyat menjadi semakin adil dan makmur. Adapun yang dilakukan NU semata-mata membantu tugas pemerintah agar upaya mewujudkan keadilan kemakmuran rakyat dapat segera terwujud. Untuk itu kerja sama NU khususnya dengan pemerintah harus dilakukan secara bermartabat.

Diksi bermartabat tentu merupakan pilihan kata yang tepat yang menggambarkan hubungan ulama dan pemerintah atau umara. 14 abad silam Rasulullah Saw telah mengingatkan bahwa tegaknya suatu bangsa tergantung pada empat hal pokok. Pertama, dijalankannya ilmunya ulama. Kedua, adanya keadilan yang dijalankan umara. Ketiga, adanya kedermawanan orang kaya. Dan keempat doanya para fuqara dan masakin.

Untuk itu Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng KH Ubaidillah Shodaqoh sejak awal dapat menerima gagasan Gus Yahya sebelum terpilih menjadi Ketua Umum PBNU melalui Muktamar ke-34. Dalam berbagai kesempatan, Mbah Ubaid, panggilan akrab Rais PWNU Jateng tersebut menyampaikan jika menghendaki pemerintahan yang baik dan efektif harus diawali dengan membangun masyarakat yang baik, khususnya mayoritas masyarakat Indonesia. Untuk itu secara jelas disebutkan oleh Mbah Ubaid dalam berbagai kesempatan, NU harus diperbaiki terlebih dahulu. Jika NU baik maka pemerintahan akan menjadi baik. Dan jika pemerintahan menjadi baik maka rakyat juga akan menjadi baik kehidupannya.

NU berusaha maksimal dalam mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Hal ini berarti layanan yang diberikan NU kepada seluruh masyarakat semata-mata untuk kemakmuran lahir batin. Gus Yahya juga menggarisbawahi pentingnya NU mampu menggerakkan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara maksimal. Untuk itulah perencanaan program NU harus dilakukan dengan data yang valid. Jika data yang dipergunakan tidak valid maka perencanaan yang dilakukan juga tidak valid. Hal ini harus dilakukan secara jamiyah dengan pembagian tugas pokok yang baik dari Pengurus Besar NU hingga pengurus Ranting dan Anak Ranting NU.

Tentu tugas besar tersebut akan bisa dijalankan dengan pendekatan budaya, tidak dengan pendekatan politik praktis. Sekretaris Jenderal PBNU KH Syaifullah Yusuf juga berulang kali menegaskan apa yang dilakukan PBNU harus menjadi inspirasi bahwa mengurus organisasi bukan dengan sambil lalu. PBNU mengajak agar segenap nahdliyin menyadari tentang masa transisi dari abad pertama menuju awal abad kedua NU. Juga diajak melakukan transformasi agar organisasi semakin kuat. Karena itu tidak benar PBNU sesuka hati mengganti orang, melainkan mengajak berkhidmah secara tertib dan teratur sesuai ketentuan Jamiyah NU, semoga berhasil. Wallahu a’lam bis shawab

H Mohamad Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah

Sumber : NU Online

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap lengkapi captcha sekali lagi.

LAINNYA
x