Jakarta, NU Online Demak
Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (PP GP) Ansor mengeluarkan instruksi kepada seluruh kader dan pengurus di berbagai tingkatan sebagai upaya untuk mengantisipasi eskalasi politik yang makin meningkat jelang tahun politik 2024.
Dalam surat instruksi yang ditanda tangani oleh Ketua Umum PP GP Ansor H Yaqut Cholil Qoumas dan Sekretaris Jenderal Abdul Rochman tertanggal 8 September 2023 ini mengingatkan seluruh kader dan pengurus di berbagai tingkatan untuk memegang teguh Khittah dan pedoman berpolitik warga NU.
Melalui sembilan pedoman berpolitik warga NU ini diharapkan kader Ansor bisa menjadi teladan dalam menjalankan politik. Di mana norma dan etika selalu dikedepankan.
“Tetap memegang teguh Khittah NU 1926 dan 9 Pedoman Berpolitik Bagi Warga NU sesuai Keputusan Muktamar NU Ke-28 tahun 1989 di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta,” demikian salah satu poin dalam surat instruksi dengan nomor: 4173/PP/SR-01/IX/2023 tersebut.
PP GP Ansor dalam instruksi tersebut juga juga mengingatkan agar semua kader dan pengurus tidak menyatakan dukungan kepada calon presiden/calon wakil presiden, calon anggota legislatif, calon kepala daerah dan partai politik apa pun dengan mengatasnamakan GP Ansor.
Berikut 4 poin instruksi yang dikeluarkan PP GP Ansor untuk seluruh kadernya:
9 Pedoman Politik Warga NU
Pedoman berpolitik warga NU tertuang dalam naskah Khittah 1926 yang dimulai dari Muqaddimah hingga Khotimah yang terdiri dari sembilan penjelasan. Namun, untuk mengoperasionalkan naskah khittah hasil Muktamar ke-27 NU 1984 tersebut, Muktamar ke-28 NU tahun 1989 di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta menyusun sembilan pedoman berpolitik bagi warga NU.
Berikut sembilan pedoman berpolitik warga NU hasil Muktamar ke-28 NU tahun 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta:
Ketika NU Kembali ke Khittah 1926 di mana NU tidak lagi menjadi partai politik atau bagian dari partai politik dan tidak terikat oleh partai politik manapun, dengan sendirinya masyarakat yang selama ini cara berpolitiknya ditentukan oleh pimpinan pusat organisasi mengalami banyak kebingungan.
Mengingat adanya perubahan politik dari stelsel kelompok atau organisasi menjadi stelsel individual ini, NU merasa perlu memberi petunjuk agar warganya tetap menggunakan hak politik mereka secara benar dan bertanggung jawab. Karena itulah, lima tahun setelah keputusan Muktamar Situbondo 1984, Muktamar NU tahun 1989 merumuskan pedoman berpolitik bagi warga Nahdliyin dengan menekankan akhlaqul karimah, baik berupa etika sosial maupun norma politik.
Dengan demikian keterlibatan warga NU dengan partai politik yang ada bersifat individual, tidak atas nama organisasi, karena NU telah kembali menjadi organisasi sosial keagamaan yang mengurusi masalah sosial, pendidikan dan dakwah. Namun demikian NU mengimbau pada warganya agar melakukan politik secara benar dan bertanggung jawab dan dengan cita-cita menegakkan akhlaqul karimah dan dijalankan dengan proses yang selalu berpegang pada prinsip akhlaqul karimah.
Mengingat pentingnya politik sebagai sebuah sarana perjuangan, di samping sarana sosial dan pendidikan, maka Nahdliyin diberikan tuntunan yang mudah dipahami dan sekaligus mudah dilaksanakan. Melalui sembilan pedoman berpolitik warga NU ini diharapkan kaum Nahdliyin bisa menjadi teladan dalam menjalankan politik, di mana norma dan etika selalu dikedepankan.
Walaupun untuk mencapai cita-cita itu penuh halangan, terutama dengan tumbuhnya pragmatisme dewasa ini. Namun demikian prinsip perlu ditegakkan walaupun mungkin dianggap tidak relevan, tetapi ini merupakan misi abadi yang harus ditegakkan bersama dengan menegakkan agama, karena Nahdliyin telah berikrar untuk mengintegrasikan perjuangannya dalam perjuangan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Dengan mempertimbangkan arah pembangunan politik yang dicanangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), sebagai usaha untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan diarahkan untuk lebih memantapkan perwujudan Demokrasi Pancasila, Muktamar merasa perlu memberikan pedoman kepada warga Nahdlatul Ulama yang menggunakan hak-hak politiknya, agar ikut mengembangkan budaya politik yang sehat dan bertanggung jawab agar dapat ikut serta menumbuhkan sikap hidup yang demokratis, konstitusional serta membangun mekanisme musyawarah mufakat dalam memecahkan setiap masalah yang dihadapi bersama, sebagai berikut ini:
Sumber : NU Online