Jakarta, NU Online Demak
Selain sistem pendidikan formal berupa sekolah dan madrasah, di Indonesia juga terkenal adanya sistem pendidikan pesantren yang merupakan sistem pendidikan tertua di Nusantara. Seiring perkembangan zaman, sudah terjadi integrasi dua sistem pendidikan tersebut. Misalnya sebuah pesantren berada dalam satu manajemen dengan sekolah dan pesantren yang mengelola madrasah atau sekolah.
Manajemen yang terpadu itu membuat pengelolaannya bisa bersinergi dan berjalan baik. Namun ada juga kondisi di mana seorang santri di sebuah pesantren menjadi pelajar di sekolah atau madrasah di luar pesantren.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Pendidikan Prof Mohammad Mukri mendorong sekolah dan pesantren melakukan sinkronisasi kebijakan dalam mengelola peserta didik, termasuk mengenai waktu pembelajaran setiap harinya dan waktu libur bagi santri dan pelajarnya.
Sebab faktanya, masih terdapat kesenjangan dalam jadwal libur antara sekolah dan pesantren. Hal itu berpengaruh pada psikologi santri dan siswa. Di satu sisi, ada pesantren yang masih menggunakan kalender hijriah untuk menentukan waktu libur, terutama di bulan Maulud. Di sisi lain, sekolah-sekolah umum menggunakan sistem libur yang umumnya terfokus di pertengahan dan akhir tahun masehi.
“Kondisi ini (perbedaan jadwal libur) memerlukan komunikasi dari pihak terkait termasuk orang tua santri atau pelajar. Jika tidak disinkronisasi dapat mempengaruhi keseimbangan dan keharmonisan proses belajar mengajar,” kata Prof Mukri kepada NU Online, Selasa (26/12/2023).
Ia menegaskan, sekolah dan pesantren harus saling memahami kondisi yang ada sekaligus mengambil keputusan yang bijak dalam sinkronisasi waktu libur. Dengan hubungan simbiosis mutualisme yang sudah terjalin di antara keduanya, maka penting untuk menjaga agar kebijakan yang diambil tidak menjadikan para santri dan pelajar kehilangan waktu liburnya.
Rektor Univesitas Blitar ini mengatakan bahwa momentum libur bukan hanya sebuah kesempatan bagi santri dan siswa untuk merefresh psikologinya, tetapi juga sebagai waktu berkumpul bersama keluarga.
“Libur adalah saat yang sangat penting untuk merayakan momen kebersamaan, terutama dengan keluarga. Ini adalah waktu untuk melepas penat, mempererat hubungan, dan mengisi kebersamaan dengan kebahagiaan,” ungkap Prof Mukri.
“Sinkronisasi waktu libur antara pesantren dan sekolah akan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih seimbang dan terintegrasi. Kami berharap adanya dialog konstruktif untuk mencapai kesepakatan yang membawa kemaslahatan semua pihak,” harapnya.
Selain itu, Prof Mukri menambahkan bahwa sinkronisasi waktu libur juga akan mendukung pembinaan karakter dan nilai-nilai keagamaan pada santri.
“Melalui libur yang diselaraskan, kita dapat memberikan ruang bagi santri untuk lebih mendalami dan mengaplikasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sosial di lingkungan masing-masing,” imbuhnya.
Manfaat Libur
Selain melepas penat dan bisa berkumpul dengan keluarga, Prof Mukri juga menyebut libur bagi santri pesantren memiliki manfaat yang penting dalam pengembangan dan pembentukan karakter, keseimbangan psikologis, serta pengembangan keterampilan sosial mereka.
“Melalui interaksi dengan keluarga dan masyarakat setempat, santri dapat mengembangkan keterampilan sosial mereka. Mereka belajar berkomunikasi, bekerja sama, dan beradaptasi dengan lingkungan sosial yang lebih luas,” jelasnya.
Libur juga memberikan waktu untuk refleksi diri dan introspeksi. Santri dapat mengevaluasi perkembangan spiritual, pendidikan, dan pribadi mereka selama masa tertentu, serta membantu mereka merencanakan langkah-langkah untuk perbaikan dan perkembangan di masa mendatang.
“Selama libur, santri juga dapat mengembangkan keterampilan di luar bidang studi agama, seperti keterampilan seni, olahraga, atau kegiatan lainnya yang mungkin tidak terlalu banyak mendapat perhatian selama masa belajar di pesantren,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan kepada orang tua untuk benar-benar mengarahkan putra-putrinya untuk memanfaatkan waktu libur dengan hal-hal yang positif. Orang tua harus mendampingi dan memastikan putra-putrinya mampu mengaplikasikan ilmu yang didapat dipesantren dalam aktivitas sehari-hari di rumah.
Sumber: NU Online