Pamekasan, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abd A’la Basyir mengimbau semua pihak agar tidak meremehkan NU. Sebab pesantren dan NU telah membuktikan mampu mendialogkan ajaran Islam dengan kondisi lokal di Indonesia, hingga menjaga stabilitas bangsa dan negara. Puncaknya di masa kini, NU melahirkan fiqih peradaban yang sangat besar dan keberadaannya dijadikan rujukan oleh negara asing.
“Secara kasat mata, warga NU kata orang lain kere, tapi kenapa yang kok bisa mengembangkan negara yang majemuk ini? Ini karena faktor barokah sebagaimana ditampakkan oleh ulama-ulama pendahulu seperti Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Ingat dasar utamanya adalah ikhlas,” ujarnya di acara Halaqah Fiqih Peradaban yang bertajuk Ijtihad Ulama NU dalam Bidang Sosial-Politik, Ahad (24/12/2023).
Ia menegaskan, peradaban NU bermula dari pesantren. Proses pembelajaran di pesantren tak boleh dipandang sebelah mata. Di pesantren, santri duduk di bawah pakai kopiah, udeng, sarung hanya mendengar dan menulis transfer ilmu yang diberikan kiai. Di balik pengabdiannya, banyak santri Syaikhona Kholil yang menjadi pejuang, raja, dan ulama besar. Dengan demikian, awal peradaban Islam di Indonesia ala NU dan sampai saat ini tetap dilestarikan.
“Indonesia aman karena barokah. Jika kita berbicara barokah maka tidak lepas dari ulama. Jika kita berbicara ulama maka tidak lepas dari pesantren. Ini yang mestinya dibangun, karena masyarakat Indonesia notabene beragama muslim. Muslim terbesar di Indonesia rata-rata warga NU. Jadi, tugas NU adalah menjaga kedaulatan bangsa dan negara,” ucapnya kepada audiens yang berkumpul di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sumber Anom Desa Angsanah, Palenga’an, Pamekasan, Jawa Timur.
Secara historis, kitab-kitab yang diajarkan ulama pada abad ke-17 tidak mungkin sama dengan lembaga pendidikan lainnya. Meski NU saat itu belum lahir, ajaran yang dibawa oleh Wali Songo merupakan bagian dari kurikulum yang dikembangkan oleh ulama NU, kemudian menjelma menjadi peradaban yang adiluhung dan memiliki ciri khas tersendiri.
“Penempatan halaqah fiqih peradaban di Pamekasan, sangat tepat sekali. Secara historis Pamekasan eks Keresidenan Madura. Lewat halaqah ini, gagasan ijtihad ulama NU terus menyebar ke pelosok desa,” tutur Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk ini.
Diketahui, selain Rais PBNU yang menjadi narasumber dalam Halaqah Fiqih Peradaban, turut hadir pula Ketua PBNU KH Miftah Faqih dan Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU KH Hodri Arief.
Sumber: NU Online