Demak-NU Online Demak
Kabupaten Demak mendapat pujian dari United States Agency for International Development (USAID) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI atas penanganan penyakit leptospirosis yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Penyakit ini bisa menular melalui air seni tikus dan berpotensi mematikan jika tidak segera ditanggulangi.
USAID dan Kemenkes RI melakukan kunjungan ke Kabupaten Demak, Kamis (1/2/2024), untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terkait penanganan leptospirosis. Mereka menyaksikan langsung kinerja Pemerintah Kabupaten Demak yang dipimpin oleh Bupati Demak dalam mengatasi penyakit tersebut.
Perwakilan USAID bidang Portfolio Ketahanan Global, Monica Latuihamallo, mengaku kagum dengan koordinasi dan kolaborasi yang ditunjukkan oleh Pemerintah Kabupaten Demak bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah lainnya.
“Kami merasakan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam penanggulangan leptospirosis. USAID sudah bekerja sama dengan pemerintah selama lebih dari 10 tahun dan kami senang melihat hasilnya di Demak,” ucap Monica.
Monica juga mengatakan, bahwa penanganan leptospirosis di Demak sudah sangat baik, mulai dari deteksi, pengobatan, hingga pencegahan. Ia memberikan apresiasi kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Bonang 1 dan RSUD Sunan Kalijaga yang tanggap dan profesional dalam menangani pasien leptospirosis.
“Kami juga melihat adanya kader kesehatan khusus leptospirosis yang memberikan edukasi kepada masyarakat agar tikus, yang menjadi sumber penyakit ini, tidak berkembang biak. Ini adalah langkah yang sangat positif,” tutur Monica.
Monica mengingatkan, bahwa Indonesia memiliki risiko tinggi terhadap infeksi baru dan penularan zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia. Untuk itu, ia berharap Demak terus konsisten dalam menangani zoonosis dan melakukan riset dan analisa untuk mencapai Indonesia lebih sehat.
Di sisi lain, Eva Yuswar, perwakilan Kemenkes RI, mengatakan bahwa leptospirosis masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data terbaru Kemenkes, ada 15 provinsi yang melaporkan kasus leptospirosis, yang terbanyak di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jogjakarta.
“Obat dari leptospira sudah ada, tenaga kesehatan yang menanganinya sudah siap, namun sayangnya pasien kebanyakan datang saat sudah parah, atau terlambat berobat. Sehingga menyebabkan kematian,” ungkap Eva.
Eva menekankan, bahwa faktor penyebab leptospirosis adalah lingkungan yang kotor dan basah, yang menjadi tempat hidupnya tikus. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak, baik masyarakat maupun lintas sektor, untuk bersama-sama menangani penyakit yang dikenal sebagai kencing tikus ini.
“Kami berharap Demak bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam menangani leptospirosis. Kedepan, upaya-upaya yang dilakukan Dinkes Demak dalam tim penanggulangan zoonosis menjadi pilot projek Kemenkes RI,” pungkas Eva
Kontributor: Samsul Ma’arif/Red