NU Online Demak
Pamor petugas KPPS melonjak di media sosial, beragam alasan melatarbelakangi narasi prestise panitia KPPS tahun ini. Keberadaannya pun banyak dijadikan candaan maupun parodi di platfom-platfom digital, sekalipun begitu kehadiran KPPS tetap menjadi bagian penting dari badan Ad Hoc Pemilu.
Sebagaimana tertera dalam buku Panduan KPPS yang diterbitkan oleh KPU, disitu dituangkan bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan pemilih, melayani pemilih menggunakan hak pemilih, memberikan akses dan layanan kepada pemilih disabilitas dalam memberikan hak pilihnya.
Sudah jelas disitu, peran petugas KPPS sangat krusial dalam terwujudnya hak-hak demokrasi warga negara sebagaimana diamanat oleh UUD 1945. Sudah bisa dipastikan pemilu tidak akan berjalan tanpa kerja dari petugas KPPS di akar rumput.
Dari pentingnya peran KPPS, lantas bagaimana hukum Islam memandangnya?
Pertama Hukum menjadi KPPS adalah ‘Wajib’ jika terlaksananya pemilu adalah suatu kewajiban untuk mewujudkan hak-hak demokrasi, kedudukan petugas KPPS dapat dianggap sebagai syarat yang harus dipenuhi demi berlangsungnya kewajiban tersebut.
Sebagaimana dalam kaidah fiqih dijelaskan yang artinya ‘Sesuatu yang tidak bisa sempurna karenanya hal yang wajib, maka sesuatu itu turut menjadi wajib.”
Urgensi peran KPPS termasuk dalam upaya mewujudkan kemaslahatan umum (al-mashlahatul ‘ammah) berupa terselenggaranya hajat pemilu yang menyangkut seluruh hak-hak warga negara.
Kedua Hukum menjadi KPPS adalah ‘Fardu Kifayah’ karena kerja KPPS dibebankan pada kelompok, bukan individual.
Seperti yang dinyatakan oleh Imam Ar-Rafi’i sebagaimana dinukil oleh Imam Az-Zarkasyi dalam kitab Al-Mantsur fil Qawa’id yang
Artinya “Berkata Ar-Rafi’i yang maknanya bahwa fardhu kifayah adalah perkara yang menyeluruh (amrun kulli), yang berkaitan dengan kemaslahatan agama maupun dunia, yang perkara tersebut tidak bisa tersusun kecuali dengan terwujudnya kemaslahatan itu.” (Az-Zarkasyi, Al-Matsur fil Qawa’id, [Kuwait, Syirkah Daril Kuwait :1985], juz III, halaman 33).
Status kinerja KPPS dalam ibadah fardhu kifayah ini tak ayal menambah nilai keutamaannya. Pasalnya tidak seperti ibadah-ibadah fardhu ‘ain yang hanya menyangkut tanggung jawab perorangan, ibadah fardhu kifayah mencangkup tanggung jawab komunitas.
Melaksanakan kerja-kerja fardhu kifayah sebagaimana yang dilakukan oleh petugas KPPS adalah ibadah yang menggugurkan dosa seluruh warga negara, tidak seperti halnya melakukan ibadah sholat yang hanya menggugurkan dosa sendiri.
Keistimewaan tersebut sesuai dengan yang disampaikan Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin:
Artinya, “Bagi orang yang melaksanakan fardhu kifayah terdapat keistimewaan atas orang yang melaksakanakan fardhu ain, dari segi fardhu kifayah menggugurkan dosa dari dirinya sendiri dan dari segenap kaum muslimin” (An-Nawawi, Raudhatul Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, [Beirut, Al-Maktab Al-Islami: 1991], juz X, halaman 226].
Ketiga Hukum menjadi petugas KPPS adalah ‘Mubah’ yaitu aktivitas yang boleh dilakukan bahkan sangat dianjurkan karena disebutkan sebelumnya bahwa kerja-kerja KPPS adalah melayani para pemilih, termasuk pemilih dari kalangan disabilitas, maka kerja-kerja itu merupakan kegiatan tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan yang difirmankan dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang Artinya: “Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa”.
Imam Al-Mawardi mengatakan, Allah SWT menggabungkan antara kebajikan (al-birr) dan ketakwaan (at-taqwa) karena di dalam keduanya terdapat dua keridhaan. Di dalam ketakwaan ada keridhaan Allah swt, sedangkan dalam kebajikan ada keridhaan manusia.
Penulis: Ika Fitriani (Dosen IAIN Kudus)