Sabtu Pahing, 16 Nov 2024 / 14 Jumadil Awwal 1446 H
x
Banner

Adab Bertamu saat silaturahmi pada Lebaran Idul Fitri

waktu baca 3 menit
Choerul Rozak
Jumat, 12 Apr 2024 05:40
0
631

Jakarta, NU Online Demak

Silaturahim atau bertamu ke sejumlah kerabat, sahabat, dan teman sudah menjadi tradisi mayoritas umat Islam selepas shalat Idul Fitri. Bagi sebagian Muslim, waktu berkunjung tidak cukup dilakukan dalam satu atau dua hari. Hal ini karena faktor jarak tempuh yang cukup jauh, atau lantaran banyak kerabat yang perlu dikunjungi.

Maksud dalam tradisi ini tentu cukup mulia. Di samping karena hendak melebur kesalahan dengan cara bermaaf-maafan, menjaga silaturahim juga sangat dianjurkan dalam Islam.

Karena itu, tujuan mulia tersebut hendaknya berbanding lurus dengan sikap yang mulia pula dengan memperhatikan adab atau tata krama saat mengunjungi sanak keluarga ataupun sahabat.

Ustadz M Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat dalam artikelnya di NU Online menyebutkan, ada 10 adab yang mesti diperhatikan saat bertamu di momentum Lebaran Idul Fitri. Kesepuluh adab itu ia kutip dari Kitab Ihya ‘Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali dan Kitab Fashlul Khithab.

  1. Niat silaturahim Niat ini sangat penting, karena segala sesuatu bergantung kepada niatnya. Niat yang dapat ditanam dalam hati sekaligus diekspresikan dalam wujud perbuatan antara lain niat menyambung tali silaturahim, memperkuat ikatan sesama Muslim, dan membahagiakan orang yang dikunjungi.  “(Niat) berbakti kepada orang tua dan memuliakan mereka jika yang dikunjungi adalah orang tua,” tulis Ustadz M Tatam Wijaya dikutip NU Online, Kamis (11/4/2024).
  2. Perhatikan jadwal bertamu Saat berkunjung atau bertamu hendaknya tidak dilakukan pada waktu istirahat atau saat tuan rumah baru pulang bepergian. Tujuannya agar tidak mengganggu waktu istirahat dan kenyamanannya.
    “Makanya, agar tuan rumah lebih siap, sebaiknya kita membuat janji atau jadwal terlebih dahulu,” terangnya.
  3. Tidak terburu-buru Saat bertamu juga hendaknya tidak terlalu buru-buru, tetapi juga tidak terlalu lama, kecuali diminta oleh tuan rumah. Kalaupun harus menginap, Rasulullah menganjurkan, paling lama sampai tiga hari.
  4. Tidak pilih-pilih Orang yang ingin bertamu, hendaknya tidak pilih-pilih dan tidak pula membeda-bedakan kelas sosial orang mau dikunjungi.
    “Hanya saja, sudah menjadi tuntunan syariat dan budaya yang berlaku, yang lebih muda datang kepada yang lebih tua, bawahan datang kepada atasan, dan seterusnya. Apa pun keadaan mereka, hendaknya tidak menjadi halangan bagi kita untuk menemui dan mengunjunginya,” ujar Ustadz Tatam.
  5. Tak bertujuan mencari makan gratis Di sini pentingnya menata niat dengan baik. Kalaupun ada jamuan dari orang yang dikunjungi, hendaknya diniati mencari kekuatan ibadah, menuai keberkahan makan bersama, dan sebagainya.  “Kendati disiapkan hidangan, terima dan cicipilah dengan senang hati meski merasa sedikit kenyang, menerimanya tidak berlebihan,” tuturnya.
  6. Jaga sikap dan sopan santun Adab ini penting diperhatikan agar selama berkunjung benar-benar khidmat.  “Tetap menjaga sikap dan sopan santun di hadapan tuan rumah dan keluarganya, seperti mengucap salam, menyalami orang yang hadir, duduk di tempat yang diinginkan tuan rumah,” paparnya.
  7. Bahagiakan tuan rumah Adab selanjutnya adalah berupaya menunjukkan perbuatan yang membahagiakan tuan rumah. Bahkan, demi membahagiakannya, saat berpuasa sekalipun, tamu diperbolehkan berbuka selama puasa yang ditunaikan adalah puasa sunnah, bukan puasa wajib.
  8. Hindari fitnah Seorang laki-laki hendaknya tidak bertamu ke rumah seorang yang tuan rumahnya perempuan sendirian, kecuali si laki-laki membawa istri atau keluarga istrinya yang lain.
  9. Tidak pamer kekayaan Berkunjung kepada seseorang bukan ajang untuk pamer kekayaan atau barang yang kita miliki. Sebab, penampilan yang berlebihan bisa saja membuat orang yang dikunjungi merasa minder, malu, dan tidak nyaman.  “Maka berpenampilanlah secara sederhana dan seperlunya saja,” jelas Ustadz Tatam.
  10. Bawa bingkisan Termasuk membahagiakan tuan rumah adalah membawa bingkisan atau buah tangan, baik untuk si pemilik rumah, keluarga, atau anak-anaknya. Namun ini bukan satu keharusan, sehingga menjadi penghalang tercapainya silaturahim.

    Sumber: NU Online

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap lengkapi captcha sekali lagi.

LAINNYA
x