Sabtu Pahing, 16 Nov 2024 / 14 Jumadil Awwal 1446 H
x
Banner

Mbah Merah; Wali Pejuang Dakwah Islam Zaman Kerajaan Demak Bintoro

waktu baca 3 menit
Rohmad Sholeh
Sabtu, 19 Okt 2024 09:04
0
409

NU Online Demak

Mbah Merah nama aslinya adalah Raden Ayu Sekartaji Kusumaningrum, ia putri Raden Sanjaya (Sunan Panggung) bin Sunan Kalijogo. Mbah Merah adalah pejuang Islam dari Kerajaan Demak Bintoro yang lahir di Cirebon pada tahun 1499 M.

Mbah Merah dimasanya merupakan sosok pendekar sakti wanita yang sangat hebat dan alumni Akademi Militer Tentara Santri Bhayangkare Islah. Ia adalah istri kedua Raden Trenggono sekaligus ibu kandung dari Patih Wonosalam.

Hal itu disampaikan oleh Ahmad Kastono Abdullah Hasan atau AKA Hasan, peneliti Sejarah Kerajaan Demak Bintoro dan Walisongo, saat mengisi Seminar Sejarah Islam dengan tema “Tokoh Perempuan Pendakwah Islam yang Berjasa dalam Penyebaran Islam di Zaman Kewalian dan di Masa Kerajaan Demak Bintoro” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, bekerjasama dengan Forum Kajian Sejarah Kerajaan Demak Bintoto dan Walisongo di masjid Al Istiqomah Desa Undaan Kidul, Ahad (29/09/2024) beberapa waktu lalu.

Raden Ayu Sekartaji Kusumaningrum atau Mbah Merah jelas AKA Hasan, mendiami istana kedua Raden Trenggono yang berada di Katonsari, Demak. Sedangkan istana pertamanya ada di Prawoto, Pati yang didiami istri pertama Raden Trenggono dan anak-anaknya. Oleh karena itu, sejak Raden Trenggono diangkat menjadi raja di Kerajaan Demak Bintoro, Mbah Merah banyak berdomisili di istana keduanya bila dibandingkan di istana pertamanya.

Pernikahan Raden Trenggono dengan Raden Ayu Sekartaji Kusumaningrum dikaruniai 4 orang anak, yaitu Patih Wonosalam, Senopati Bawean, Ratu Lembah dan Ratu Laweyan. Mbah Merah dan pasukannya begitu gigih mempertahankan Kerajaan Demak Bintoro ketika diserang oleh Portugis pada tahun 1543 M/950 H, meskipun pamannya yang bernama Laksamana Joyo Hadi Kusumo bin Sunan Kalijogo gugur dalam pertempuran di sepanjang Kali Tuntang.

Demikian pula lanjut AKA Hasan, Mbah Merah juga begitu gigih dalam mempertahankan istananya ketika terjadi Pralaya/Kudeta pada tahun 1564 M/971 H, meskipun anak kandungnya, Patih Wonosalam, dan juga menantunya yang bernama Raden Ayu Roro Amiyasih binti Fatahillah dan ketiga cucunya, anak-anak Patih Wonosalam, menjadi korban kebiadaban dalam peristiwa Pralaya tersebut.

Sebuah tragedi yang mengerikan, karena Patih Wonosalam yang saat itu menjadi Raja di Kerajaan Demak Bintoro ke-6 tahun 1549-1564 M, harus meninggal dunia dikeroyok ratusan orang pemberontak dengan tombak dan keris, apalah daya kekuatan Patih Wonosalam yang hanya satu orang dikeroyok beramai-ramai oleh ratusan orang yang hanya dibantu oleh anak laki-lakinya yang pertama dan pasukan regu jaga yang telah dihabisi terlebih dahulu oleh pemberontak.

Sebagai seorang ibu yang anaknya, menantunya, dan cucu-cucunya dibantai dengan kejam seperti itu, maka kemudian membuat Mbah Merah lebih memilih hidup di Kadilangu bersama kakeknya dan istri ketiga Sunan Kalijogo. Namun ada yang menggembirakan dihatinya, yaitu cucu laki-lakinya, anak pertama dari Patih Wonosalam, ternyata masih hidup dan mampu meloloskan diri dari peristiwa pralaya berdarah tersebut, sehingga mendapat perlindungan dari kakeknya yang bernama Syarifuddin Sa’id bin Umar Sa’d bin Sunan Kalijogo yang lebih populer dikenal dengan sebutan Syekh Jangkung atau Saridin Kayen, Pati.

Raden Ayu Sekartaji Kusumaningrum binti Raden Sanjaya bin Sunan Kalijogo atau Mbah Merah wafat pada tahun 1586 M dalam usia 87 tahun dan dimakamkan disebelah selatan makam Sunan Kalijogo di kompleks makam Kadilangu, Demak, Jawa Tengah, pungkas AKA Hasan.

Kontributor: Soleh/Red

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap lengkapi captcha sekali lagi.

LAINNYA
x