Sabtu Pahing, 14 Jun 2025 / 17 Zulhijjah 1446 H
x
Banner

Jadwal Sholat Hari Ini Sabtu Pahing, 14 Jun 2025 / 17 Zulhijjah 1446 H untuk Kab. Demak

Imsak
04:15
Subuh
04:25
Dzuhur
11:41
Ashar
15:02
Maghrib
17:33
Isya
18:47

Akhir Tahun: Momentum Muhasabah dan Tobat Sesuai dalam Kitab Durratun Nashihin

waktu baca 3 menit
Ika Fitriani
Rabu, 1 Jan 2025 08:27
0
350

NU Online Demak

Akhir tahun bukan sekedar uforia dengan meriahnya kembang api dan berakhirnya sebuah kalender.  Namun momentum istimewa untuk merenung, mengevaluasi diri apa yang salah dan kurang selama satu tahun berjalan.

Dalam Islam akhir tahun merupakan waktu yang tepat untuk refleksi atau muhasabah diri atas kekhilafan yang sudah kita lakukan agar senantiasa lebih dekat dan mengingat Allah SWT sebagai langkah awal menuju tobat, seperti halnya firman Allah dalam Surat Al-Hasyr ayat 18:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ۝١

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mengandung perintah untuk melakukan muhasabah atau introspeksi diri sebelum seseorang dihisab oleh Allah pada hari kiamat.  Kalimat “dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok”, berarti sebagai perintah untuk menghitung amal perbuatan yang telah dilakukan sebagai bekal menuju akhirat.

Muhasabah tidak akan sempurna tanpa disertai tobat, dimana tobat merupakan cara memberishkan diri dari dosa dan menjalin komitmen yang baru kepda Allah SWT. Dalam kitab Durratun Nashihin dijelaskan Allah berfirman dalam QS. Ali Imran: 135

وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahui(-nya).

Masih menukil dari kitab Durratun Nashihin, tafsir ayat tersebut berbunyi

(Dan orang-orang yang apabila melakukan kekejian), perbuatan yang sangat buruk seperti zina (atau menganiaya diri mereka) dengan melakukan dosa apapun lalu mereka mengingat Allah dan mereka meminta ampun atas dosa-dosa mereka dengan menyesal dan bertobat.

(Dan siapakah yang mengampuni dosa selain Allah?) artinya: Adakah yang mengampuni dosa, yakni memaafkan pelakunya dan menutupinya, selain Allah?

(Dan mereka tidak terus-menerus atas apa yang mereka lakukan), artinya: mereka tidak menetap dalam dosa-dosa yang telah mereka lakukan dan dalam maksiat yang mereka perbuat.

(Sementara mereka mengetahui), artinya: mereka tidak menetap dalam dosa-dosa mereka dengan sengaja, sedangkan mereka mengetahui bahwa Allah telah melarangnya sebelumnya dan telah mengancam hukuman bagi siapa saja yang melakukannya.

Bersumber dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda “Innallaha yaqbalu taubatal-abdi maa lam yugharghir,”.

Artinya, “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai di kerongkongan”

Dan sesungguhnya telah datang pula dalam sebuah hadits, bahwa Nabi Saw. Bersabda :

عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضِي اللَّه عنْهُما قَال: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:” منْ لَزِم الاسْتِغْفَار، جَعَلَ اللَّه لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مخْرجًا، ومنْ كُلِّ هَمٍّ فَرجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ”.. رواه أبو داود

“Man lazimal-istighfar, ja’alalallahu lahu min kulli dhiqin makhrujan, wa min kulli hammin farajan, wa min kulli dhiqin makhrajan wa razaqahu min haitsu laa yahtasib.”

Artinya: “Barang siapa yang menekuni istighfar maka Allah akan menjadikan dari setiap kesedihan (menjadi) kelonggaran, dan dari setiap kesempitan ada jalan keluar, dan (Allah) memberi rezeki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR Abu Dawud).

Istighfar tidak cukup hanya diucapkan, tetapi juga harus diiringi dengan perbaikan diri secara nyata. Ketika seseorang mengucapkan “Astaghfirullah” sambil tetap bergelimang dosa, istighfar tersebut menjadi kurang bermakna.

Oleh karena itu, istighfar sejati harus menjadi awal dari perubahan perilaku dan tekad untuk menjauhi maksiat. Dengan demikian, istighfar bukan hanya ritual lisan, melainkan juga kesadaran diri untuk berhenti dan tidak mengulangi kembali dosa dan kesalahan yang diperbuat. Wallahu a‘lam.

Pengirim: Ika/Red

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap lengkapi captcha sekali lagi.

LAINNYA
x