Oleh : Rohmad Soleh (*)
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas wilayah Indonesia terdiri dari daratan dan perairan. Letak geografisnya yang berada di khatulistiwa membuat Indonesia memiliki luas lautan yang lebih besar dari luas daratannya.
“Luas wilayah Indonesia secara keseluruhan yaitu 5.180.053 km². Luas daratannya adalah 1.922.570 km², sedangkan luas perairannya adalah 3.257.483 km². Ini bisa dipahami bahwa satu setengah lebih wilayah Indonesia adalah berupa perairan”.
Indonesia memiliki sungai dengan total sekitar 70.000, sungai-sungai tersebut tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan peta klasifikasi Daerah Aliran Sungai (DAS) nasional, Indonesia memiliki 42.210 DAS yang disusun sebagai basis untuk menentukan kebijakan penyelenggaraan pengelolaan DAS.
Mengacu jumlah desa dan kelurahan yang ada di Indonesia yang terdiri atas 75.753 desa dan 8.486 kelurahan, sehingga total keseluruhan adalah 84.276 (BPS 2024). Kalau ini dibandingkan dengan jumlah sungai yang ada yaitu sekitar 70.000, maka bisa dianalogikan hampir satu seperempat desa atau kelurahan terdapat sungai yang melintas.
Namun, kondisi sungai di Indonesia tidak selalu baik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 46% sungai di Indonesia tercemar berat. Pencemaran sungai dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyempitan, sedimentasi atau pendangkalan, dan intervensi manusia terhadap lingkungan sungai.
Maka kondisi semacam ini kalau diteruskan akan membahayakan wilayah Indonesia. Setidaknya di awal tahun 2025 ini kita sudah disuguhi informasi-informasi tentang bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor di berbagai daerah akibat intensitas hujan yang tinggi dan cuaca ekstrim.
Kalau sungai-sungai yang ada sudah mengalami penyempitan dan pendangkalan dan itu sudah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun bahkan ada yang hampir setengah abad, bisa dipastikan di kemudian hari sungai tidak akan mampu menampung air dalam skala besar akibatnya dapat menyebabkan tanggul jebol.
Apalagi berdasarkan ramalan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bahwa musim penghujan dengan intensitas tinggi diprediksi akan berlangsung hingga akhir bulan Maret dan awal bulan April ke depan. Dan ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah agar ke depan tidak terjadi bencana hidrometeorologi lagi.
Di tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang di mulai Januari 2025 lalu sudah mulai merealisasikan beberapa progamnya, diantaranya program makan bergizi gratis (MBG) untuk anak sekolah mulai dari PAUD hingga SMA sederajat dan program pengecekan kesehatan gratis (PKG) di bulan Februari ini, dan dimungkinkan akan berlanjut program-program yang lainnya.
Kemudian Presiden Prabowo Subianto di tahun 2025 ini juga mulai merasionalisasi dan meng-efisiensi-kan anggaran di masing-masing Kementerian dan Lembaga Negara yang ada di Indonesia dengan maksud anggaran tersebut akan disesuaikan untuk kepentingan program prioritas.
Maka salah satunya yang harus dimasukkan dalam program prioritas adalah kegiatan normalisasi sungai. Karena sungai juga bermanfaat untuk petani dalam rangka meningkatkan produktifitas pertanian sebagai upaya dalam merealisasikan ketahanan pangan dari desa.
Kalau mendasarkan Asta Cita (8 Misi) Presiden Prabowo Subianto yang kedelapan yaitu memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Sebagai upaya untuk menyelaraskan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam dan budaya sudah sepatutnya pemerintah untuk segera menormalisasi sungai-sungai yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Memang ini maha proyek karena akan menelan anggaran yang sangat besar pula, akan tetapi kalau ini tidak dijadikan sebagai salah satu program prioritas pemerintah maka banjir akan terus melanda Indonesia.
Pemerintah harus memulainya secara bertahap dalam penganggaran kegiatan normalisasi sungai. Normalisasi sungai dimaksudkan agar banjir tahunan yang terjadi di hampir seluruh wilayah NKRI bisa berkurang bahkan tidak terjadi lagi, dan masyarakat pun tidak menghendaki banjir terus berulang setiap tahunnya.
Karena banjir selain dapat mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka serius, menyebabkan kerusakan infrastruktur menjadi hancur atau rusak parah. Selain itu banjir juga bisa menyebabkan kerugian ekonomi besar akibat kerusakan dan gangguan aktivitas ekonomi serta gagal panen.
Penyempitan sungai baik karena sedimentasi dan selainnya yang sudah berlangsung selama puluhan tahun dan bahkan hampir setengah abad, kalau kita dihitung sedimentasi yang terjadi setiap tahun maka lama kelamaan dimungkinkan sungai akan tertutup hingga permukaan. Kalau hal ini dibiarkan maka Indonesia akan menjadi lautan pada tiap musim penghujan.
Selain itu, kita sebagai warga Indonesia juga harus selalu menjaga kebersihan lingkungan dan alam yang ada. Diantaranya dengan cara selalu membersihkan lingkungan sekitar, jangan membuang sampah di sungai dan jangan menebang pohon secara sembarangan.
Karena hal tersebut akan berdampak kepada kerusakan lingkungan dan alam yang kita tempati sehingga mengakibatkan bencana banjir, tanah longsor dan lain sebagainya. Bahkan agamapun sudah memerintahkan kepada kita agar selalu menjaga kebersihan lingkungan dan melestarikan alam.
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah SWT sebagai khalifah (perwakilan) di muka bumi sudah sepatutnya menjaga amanat untuk menjaga alam semesta bukan malah meng-eksploitasinya yang dapat berakibat fatal kepada kehidupannya sendiri.
Jadi, keselarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan dan alam harus diimplementasikan secara seimbang. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum harus menormalisasi sungai-sungai yang ada, sementara masyarakat pun harus ikut menjaga keberlangsungan alam sekitarnya.
Wallahu a’lam bish shawab.
(*) Penulis adalah Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kecamatan Karanganyar Demak (2019-2022), dan pengurus Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) PCNU Demak (2023-2028).