Demak-NU ONLINE Demak
Mbah Buyut Poncowati yang makamnya berada di Dukuh Klotok, Desa Ngembal Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus layak untuk mendapat penghormatan dari warga, karena selain seorang umaro’ (pemimpin pemerintah), panglima perang Kerajaan Demak Bintoro, ia juga seorang ulama (tokoh agama).
Mbah Buyut Poncowati Ngembal Kulon bernama Abdurrahman Al-Kaf. Ia putra dari Pangeran Poncowati Menara Kudus (Abdurrahman Shiddiq) bin Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) bin Muhammad Ja’far Hasan al-Quds dari Palestina.
Demikian disampaikan Ahmad Kastono Abdullah Hasan (AKA Hasan), peneliti Sejarah Kerajaan Demak Bintoro dan Walisongo, saat menghadiri Buka Luwur dan Haul ke-437 Mbah Buyut Poncowati yang digelar di kompleks makam Dukuh Klotok beberapa waktu yang lalu.
Mbah Buyut Poncowati atau Senopati Abdurrahman Al-Kaf lanjut AKA Hasan, lahir di Kudus pada tahun 1531 M/937 H. Sebutan Al-Kaf yang disematkan kepadanya bukan berarti ia keturunan dari Ba’alawi atau Habaib yang ada di Indonesia.
Sebab orang pertama yang bergelar Habib adalah Habib Umar bin Abdurrahman Allatas (1572-1652 M/992-1072 H) yang dikenal sebagai pengarang Ratib Al-Athos itu lahirnya 41 tahun setelah lahirnya Mbah Buyut Poncowati Ngembal Kulon.
Mbah Buyut Poncowati adalah seorang penghafal al-Qur’an yang fasih, begitu juga istri dan kelima anaknya beserta kelima menantunya juga sebagai penghafal al-Qur’an yang fasih. Disamping sebagai penghafal Al-Qur’an, ia juga Adipati Kudus yang ketiga (1589-1601 M/997-1010 H) pada zaman Kerajaan Demak Bintoro menggantikan kakak pertamanya (Pademaran I) yang menjabat Adipati Kudus kedua (1582-1589 M/990-997 H). Adapun Adipati Kudus yang pertama dijabat oleh Pangeran Poncowati Menara Kudus (1549-1582 M/956-990 H), urai AKA Hasan.
Mbah Buyut Poncowati diangkat menjadi Adipati Kudus yang ketiga oleh Raja Demak ketujuh yang bernama Raden Muhammad Aminuddin Hasan (1564-1601 M/972-1010 H) bin Raden Fatah (anak pertama dari istri kedua) yang disepakati oleh Ketua Dewan Walisongo/Majlis Syuro Kerajaan Demak Bintoro yang ke-empat yaitu Syekh Muhammad Zainal Abidin bin Syekh Hasan Ali Asror bin Syekh Mudhofar Malik Hasan al-Maghribi.
Lebih lanjut AKA Hasan menjelaskan, istri Mbah Buyut Poncowati bernama Raden Ayu Putri Wulandari binti Hasyim Alamuddin (Sunan Mejagung Kidul) bin Abdullah Asy’ari (Sunan Mejagung Lor) bin Usman Haji (Sunan Ngudung) bin Syekh Ali Murtadho bin Syekh Ibrahim Asmoroqondi bin Jamaluddin Husein (Tosora).
Dari pernikahannya dengan Raden Ayu Putri Wulandari, Mbah Buyut Poncowati dikarunia 5 anak, yaitu Prayogo Bisri Abdullah, Jamaluddin Abdullah, Ahmad Zain Abdullah, Zainal Abidin Abdullah, dan Muhammad Husein Abdullah.
Mbah Buyut Poncowati saat masih hidup telah berjasa banyak dalam perjuangan kenegaraan dan juga keagamaan. Kecintaannya terhadap negara tidak bisa diragukan lagi, sebab dimasa mudanya beliau sangat aktif berjuang untuk negara dan membela negara dari kekacauan yang dilakukan oleh Portugis pada tahun 1564 M/971 H.
Sebagai orang yang cinta terhadap negara dan juga taat akan agama, maka ia sangatlah patut untuk dijadikan ibrah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping sebagai umaro’ yang hebat, ia juga seorang ulama yang alim dan ahli Al-Qur’an dan menjalankan falsafah kehidupannya berdasarkan Al-Qur’an.
AKA Hasan mengajak warga Desa Ngembal Kulon agar dapat meneladani kiprah Mbah Buyut Poncowati. Jasanya sangat layak diapresiasi dan jadikan ibrah untuk anak cucu dan masyarakat untuk mengikuti jejak kehidupannya.
Mbah Buyut Poncowati wafat pada tanggal 13 Muharram 1010 H atau tanggal 14 Juli 1601 M dalam usia 70 tahun dan dimakamkan di Dukuh Klotok, Desa Ngembal Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, tutup AKA Hasan.
Kontributor : Rohmad Sholeh/Cr