Demak-NU Online Demak
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Demak menegaskan sikapnya untuk tetap mempertahankan sistem enam hari sekolah pada jenjang pendidikan dasar hingga menengah pertama. Keputusan ini dinilai penting agar keberlangsungan pendidikan agama di madrasah diniyah, TPQ, dan pesantren tetap terjaga di Kota Wali.
Ketua Tanfidziah PCNU Demak, KH Muhammad Aminuddin, menilai penerapan lima hari sekolah berpotensi menimbulkan dampak negatif.
“Enam hari sekolah terbukti bisa berjalan baik berdampingan dengan madrasah diniyah. Kalau dipaksakan lima hari, akan ada satu hari kosong yang membuat anak-anak tidak terkendali. Ini yang kita khawatirkan, apalagi kondisi akhlak anak-anak sekarang cukup memprihatinkan,” ujarnya, usai audiensi di DPRD Demak, Rabu (27/8/2025).
Menambahkan, pengalaman menunjukkan bahwa banyak tokoh masyarakat, kiai, dan ustaz di Demak lahir dari sistem enam hari sekolah. Karena itu, PCNU tidak ingin ada spekulasi yang justru mengorbankan pendidikan agama.
“Kami berharap Bupati dan DPRD bisa terus mengawal agar enam hari sekolah tetap berjalan, termasuk untuk jenjang yang kewenangannya di provinsi,” tegasnya.
Dukungan juga datang dari Ketua DPRD Demak, Zayinul Fata. Menurutnya, aspirasi yang disampaikan PCNU adalah amanah yang harus diperjuangkan bersama.
“Apa yang disampaikan para kiai hari ini adalah amanah. Pendidikan madrasah, diniyah, dan pesantren harus tetap berlangsung di Kota Wali. Karena itu, saya atas nama DPRD mendukung penuh agar sekolah tetap enam hari,” katanya.
Wakil Ketua PCNU Demak Bidang Pendidikan, H Sa’dullah Fattah, menambahkan bahwa pendidikan karakter di Demak sudah terwadahi melalui lembaga keagamaan.
“Kalau di daerah lain mungkin butuh full day school, tapi di Demak pendidikan karakter sudah ada di madrasah diniyah dan pesantren. Jadi enam hari sekolah lebih sesuai dengan kearifan lokal kita,” jelasnya.
Ia juga menyoroti kondisi sosial masyarakat Demak yang mayoritas petani.
“Kalau Sabtu dan Minggu anak-anak libur, sementara orang tuanya tetap bekerja di sawah, justru anak-anak tidak terpantau. Lebih banyak madharatnya. Karena itu, ciri khas Demak sebagai kota santri harus kita pertahankan,” pungkasnya.
Kontributor: Samsul Maarif