Pemilu atau biasa kita menyebutnya coblosan merupakan wasilah untuk memilih calon pemimpin yang akan menahkodai bangsa. Sahih belaka jika kita menyebut Pemilu sebagai momentum yang sakral. Di Indonesia sendiri Pemilu diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 167 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Esensial Pemilu merupakan sarana demokrasi sebuah negara, yakni diselenggarakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sehingga peran rakyat dalam pemilihan pemimpin sangatlah vital. Terlebih mewujudkan pemilihan pemimpin dengan damai.
Mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang damai adalah tugas bagi segenap elemen bangsa. Membangun kolaborasi antara penyelenggara Pemilu, kontestan Pemilu, pemerintah pemangku kebijakan dan masyarakat yang memiliki hak pilih adalah sebuah keniscayaan. Berjalan bersama dan berupaya untuk menciptakan Pemilu yang adil, aman, dan damai.
Kita bisa mengambil ibrah dari pagelaran Pilkada DKI Jakarta 2017 yang menelurkan kegaduhan sebab sentimen agama dan Pemilu 2019 yang melahirkan polarisasi dan politisasi identitas. Efeknya, tidak sedikit masyarakat saling gonthok-gonthokan, saling mengumpat satu sama lain yang akhirnya melahirkan perpecahan.
Padahal dalam keseharian, kita biasa menyebut Pemilu adalah pesta demokrasi. Sesuai dengan namanya, pesta semestinya terselenggara dengan riang gembira, suka cita, penuh dengaan cinta dan saling menghargai. Bukan diisi dengan hujatan, umpatan dan ujaran kebencian yang akhirnya menimbulkan kegaduhan dan perpecahan.
Dengan demikian menghadapi situasi Pemilu 2024, membangun komunikasi politik yang baik dan edukasi kepemiluan merupakan sebuah hal yang penting. Segenap calon pemimpin hadir edukatif dan dilengkapi dengan kreasi visi dan misi masing-masing. Segenap penyelenggara tampil dengan melaksanakan tugas sesuai tupoksi yang telah diamanatkan regulasi. Dan segenap pemilih berpartisipasi tanpa melepas tali persatuan kebhinekaan.
Sebagai salah satu aset terbesar dalam mendulang hak suara di Indonesia, khususnya di wilayah Demak, pada Pemilu 2024 seyogianya warga NU di Demak mengingat kembali dawuh Gus Dur yang sangat familiar, “yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan”. Juga dawuh Gus Dur yang lain, “Memuliakan manusia, berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya”. Merayakan pesta demokrasi dengan jiwa kemanusiaan yang adil dan beradab demi menjaga persatuan Indonesia.
Dengan demikian, Pemilu merupakan ajang untuk mempersatukan seluruh elemen bangsa. Untuk merawat marwah demokrasi, pencegahan terhadap potensi pelanggaran pemilu yang menjadi duri demokrasi merupakan langkah awal yang nyata. Mewujudkan Pemilu yang berkualitas adalah tugas kita bersama.
Penulis adalah Staf Bawaslu Demak