Rekrutmen badan Adhoc oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan langkah penting dan elemen kunci untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil di Indonesia. Badan Adhoc mulai dari PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara), KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Desa/Kelurahan hingga Pengawas TPS yang menangani berbagai aspek teknis dan bertanggung jawab langsung dalam pengawasan pemilu.
Namun, pada saat proses proses rekrutmen tidak jarang diwarnai oleh berbagai bentuk kecurangan yang mengancam integritas dan kredibilitas pemilu. Seperti sudah menjadi konsumsi umum bahwa praktik-praktik tidak sehat seperti kolusi, nepotisme, manipulasi data, suap, dan intervensi politik dilaporkan marak terjadi di beberapa daerah.
Hal ini tentu sangat bertentangan dengan amanat dalam UUD 45 pasal 22E (1) yang menjelaskan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Adanya ketentuan ini bertujuan untuk menjamin kualitas proses dan struktur pemilu, serta terselenggaranya pemilu. Artinya pemilu bersifat langsung, terbuka, bebas, rahasia (lambar), dan jujur serta adil (jurdil).
Selain itu, dalam perspektif Islam sendiri Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil terhadap semua manusia bukan hanya kepada keluarga sendiri, teman dekat ataupun organisasinya. Sebagaimana dalam firman-Nya QS. An-Nisa’ : 135 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْاۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرً
Ayat di atas diturunkan karena adanya perselisihan antara seorang fakir dan orang kaya. Saat itu Nabi saw langsung menegaskan bahwa sang fakir tidak bersalah, setelah itu diberikan perintah Allah SWT untuk menjaga keadilan antara dua orang yang bertikai. Berdasarkan ayat tersebut, keadilan harus ditegakkan tanpa memandang kaya atau miskin. Oleh karena itu keadilan mencakup unsur objektivitas yang harus dijaga.
Adanya kecurangan-kecurangan dalam rekrutmen badan Adhoc KPU dan Bawaslu dapat menjadi serius terhadap integrasi demokrasi di Indonesia di masa mendatang, seperti halnya:
Dengan terpilihnya individu yang tidak kompeten dan tidak berintegritas, kualitas penyelenggaraan pemilu menjadi dipertanyakan. Hal ini bisa berujung pada kesalahan administratif, ketidakakuratan data pemilih, hingga potensi kecurangan lainnya selama proses pemilu.
Kecurangan yang terungkap dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu dan proses demokrasi secara keseluruhan. Kepercayaan yang hilang sulit untuk dipulihkan dan dapat mengurangi partisipasi masyarakat dalam pemilu bahkan bersikap apatis terhadap proses demokrasi ini.
Individu yang direkrut melalui cara-cara curang cenderung lebih mudah dimanipulasi dan diintimidasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu, sehingga membuka peluang lebih besar untuk terjadinya kecurangan lebih lanjut selama proses pemilu.
Tentu, kita sebagai bangsa yang menjunjung nilai luhur yang tinggi menginginkan proses demokrasi menjadi lebih baik. Untuk keluar dari problematika dalam proses demorkasi ini, dibutuhkan langkah konkrit sebagai bentuk evaluasi bersama demi terwujudnya pemilu yang luber serta jurdil, antara lain:
Kecurangan dalam rekrutmen badan Adhoc KPU dan Bawaslu merupakan ancaman serius bagi integritas pemilu di Indonesia. Transparansi, integritas, dan penegakan hukum yang kuat sangat diperlukan untuk memastikan proses pemilu yang adil dan dapat dipercaya. Hanya melalui upaya bersama semua pihak tantangan ini dapat diatasi demi masa depan demokrasi yang lebih baik bagi Indonesia.
Penulis: Muhammad Jamalul Huda, M.Pd (Dosen STAI Al-Anwar Sarang, Rembang)