NU Online Demak
Di antara delapan golongan yang berhak menerima zakat adalah fakir dan miskin. Fakir adalah orang yang tidak dapat mencukupi setengah dari kebutuhan pokoknya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Sedangkan miskin adalah seseorang yang hanya dapat memenuhi setengah atau lebih kebutuhan pokoknya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, namun tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhannya.
Cara Menentukan Status Fakir Miskin bagi Orang yang Punya Pekerjaan atau Penghasilan Tetap
Bagi orang yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, kebutuhan pokok dihitung sesuai dengan waktu mendapatkan penghasilan. Jika penghasilannya didapatkan tiap hari, maka jika penghasilan tersebut dapat mencukupi kebutuhan pokoknya dalam satu hari, ia tergolong orang kaya yang tidak boleh menerima zakat. Jika penghasilan tersebut tidak mencukupi, maka ia tergolong fakir miskin.
Cara Menentukan Status Fakir Miskin bagi Orang yang Tidak Punya Pekerjaan atau Penghasilan Tetap
Sedangkan bagi orang yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, kebutuhan pokok dihitung sampai batas usia mayoritas manusia (‘umrul ghalib). Jika usia orang tersebut 40 tahun dan batas usia mayoritas orang adalah 60 tahun, maka bagi orang yang memiliki harta yang dapat mencukupi kebutuhan pokoknya selama 20 tahun, ia tergolong orang kaya yang tidak boleh menerima zakat. Jika harta tersebut tidak mencukupi, maka ia tergolong fakir miskin.
Lantas bagaimana jika usia seseorang telah melewati batas ‘umrul ghalib?
Batas Usia Umumnya Manusia (‘Umrul Ghalib) menurut Ulama Fiqih Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu tentang batas ‘umrul ghalib, dalam hal ini terdapat beberapa pandangan ulama:
Dalam kitab Fatawar Ramli disebutkan:
سُئِلَ عَنْ قَوْلِهِمْ يُعْطَى الْفَقِيرُ مِنْ الزَّكَاةِ كِفَايَةَ الْعُمْرِ الْغَالِبِ فَمَا حَدُّ الْعُمْرِ الْغَالِبِ الْمَذْكُورِ وَمَا قَدْرُ مَا يُعْطَى إذَا جَاوَزَ الْعُمْرَ الْغَالِبَ؟ فَأَجَابَ بِأَنَّ حَدَّ الْعُمُرِ الْغَالِبِ سِتُّونَ سَنَةً فَإِذَا جَاوَزَ الْعُمُرَ الْغَالِبَ أُعْطِيَ كِفَايَةَ سَنَةٍ فَإِنْ جَاوَزَهَا أُعْطِي كِفَايَةَ سَنَةٍ أُخْرَى وَهَكَذَا يَلْحَقُ بِخَطِّ وَلَدِهِ وَوَقَعَ لِلْوَالِدِ جَوَابٌ آخَرُ وَهُوَ أَنَّ حَدَّ الْعُمُرِ الْغَالِبِ مَا يَغْلِبُ عَلَى الظَّنِّ أَنَّ ذَلِكَ الشَّخْصَ لَا يَعِيشُ فَوْقَهُ وَلَا يَتَقَدَّرُ بِمُدَّةٍ عَلَى الصَّحِيحِ وَقِيلَ يَتَقَدَّرُ بِسَبْعِينَ سَنَةً وَقِيلَ بِثَمَانِينَ وَقِيلَ بِتِسْعِينَ وَقِيلَ بِمِائَةٍ وَإِذَا جَاوَزَ الْعُمُرَ الْغَالِبَ أُعْطِيَ كِفَايَةَ سَنَةٍ فَإِنْ جَاوَزَهَا أُعْطِيَ كِفَايَةَ سَنَةٍ وَهَكَذَا Artinya, “Ar-Ramli ditanya tentang perkataan ulama: “Orang fakir diberi zakat yang cukup sampai batas usia mayoritas orang (‘umrul ghalib). Lalu berapa batas ‘umrul ghalib yang disebutkan di atas? Berapa jumlah zakat yang diberikan jika melebihi ‘umrul ghalib tersebut?”
Ar-Ramli menjawab, “Batas ‘umrul ghalib adalah 60 tahun. Jika melebihi batas ‘umrul ghalib, maka dia diberi zakat yang cukup untuk satu tahun, dan jika melebihi itu, dia diberi zakat yang cukup untuk satu tahun lagi. Demikian catatan dari Ar-Ramli As-Shaghir.
Sedangkan Al-Walid, Ar-Ramli Al-Kabir, mempunyai jawaban lain. Yaitu batas ‘umrul ghalib adalah orang tersebut diperkirakan tidak akan hidup di atas usia itu dan tidak dibatasi dengan jangka waktu tertentu, menurut pendapat yang shahih. Ada yang mengatakan dibatasi dengan 70 tahun, 80 tahun, 90 tahun dan 100 tahun.
Jika orang tersebut melebihi batas ‘umrul ghalib, maka dia diberi zakat yang cukup untuk satu tahun, dan jika melebihi itu, dia diberi zakat yang cukup untuk satu tahun lagi, dan begitu seterusnya.” (Syihabuddin Ahmad Ar-Ramli, Fatawar Ramli, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2004], halaman 399).
Standar Fakir Miskin Lansia
Referensi di atas juga memberi pemahaman bahwa orang yang telah melewati batas ‘umrul ghalib atau lansia, maka kebutuhan pokoknya dihitung selama satu tahun. Jika usianya melewati satu tahun pertama, maka kebutuhan pokoknya dihitung selama satu tahun berikutnya, dan begitu seterusnya. Pemahaman ini juga dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatul Muhtaj: وَيُعْطَى الْفَقِيرُ وَالْمِسْكِينُ) اللَّذَانِ لَا يُحْسِنَانِ التَّكَسُّبَ بِحِرْفَةٍ وَلَا تِجَارَةٍ (كِفَايَةَ سَنَةٍ) لِأَنَّ وُجُوبَ الزَّكَاةِ لَا يَعُودُ إلَّا بِمُضِيِّهَا (قُلْت: الْأَصَحُّ الْمَنْصُوصُ) فِي الْأُمِّ (وَقَوْلِ الْجُمْهُورِ) يُعْطَى (كِفَايَةَ الْعُمُرِ الْغَالِبِ) أَيْ: مَا بَقِيَ مِنْهُ؛ لِأَنَّ الْقَصْدَ إغْنَاؤُهُ وَلَا يَحْصُلُ إلَّا بِذَلِكَ فَإِنْ زَادَ عُمْرُهُ عَلَيْهِ فَيَظْهَرُ أَنَّهُ يُعْطَى سَنَةً إذْ لَا حَدَّ لِلزَّائِدِ عَلَيْهَا ثُمَّ رَأَيْت جَزْمَ بَعْضِهِمْ الْآتِيَ وَهُوَ صَرِيحٌ فِيهِ
Artinya, “(Dan orang fakir dan miskin) yang tidak mampu mencari nafkah dengan bekerja dan berdagang, diberi harta (yang cukup untuk satu tahun) karena kewajiban zakat tidak kembali kecuali telah melewati satu tahun.”
(Saya berkata: “Pendapat Al-Ashah Al-Manshush) dalam kitab Al-Umm (dan pendapat mayoritas ulama) adalah diberikan harta (yang cukup sampai usia mayoritas orang), artinya usia yang tersisa. Karena tujuan zakat adalah menjadikan fakir miskin menjadi kaya dan itu tidak akan terjadi kecuali dengan memberikan harta yang cukup sampai usia umumnya orang.
Jika umurnya melebihi itu, maka nampaknya dia diberi harta yang cukup untuk satu tahun, karena tidak ada batasan untuk usia yang lebih dari itu. Lalu aku melihat sebagian ulama telah menegaskan hal tersebut, dan pernyataan itu jelas.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2016], juz III, halaman 156).
Dari dua referensi di atas dapat dipahami bahwa tujuan zakat adalah membebaskan fakir miskin dari kefakiran dan kemiskinannya. Sedangkan orang yang telah melewati batas ‘umrul ghalib tidak ada batas pasti untuk mengukur kebutuhannya.
Karena itu, standar fakir miskin untuk lansia yang telah melewati batas ‘umrul ghalib adalah satu tahun. Jika lansia tersebut memiliki harta yang cukup untuk kebutuhan pokoknya selama satu tahun, maka ia tergolong kaya. Jika tidak cukup maka ia tergolong fakir miskin.
Berbeda dengan pemahaman di atas, Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Abdur Rohman Al-Jaziri dalam kitabnya Al-Fiqhu ‘alal Madzahibil Arba’ah, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitabnya Al-Istidzkar, secara tegas mengatakan bahwa orang tua yang telah melewati batas ‘umrul ghalib, maka standar fakir miskinnya dibatasi satu hari.
Jadi jika orang tua tersebut sudah memiliki harta yang cukup untuk kebutuhan pokoknya dalam satu hari, maka ia tergolong orang kaya yang tidak boleh menerima zakat.
وَالْغَنِيُّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ الْكِفَايَةُ فِي عُمْرِهِ الْغَالِبِ وَهُوَ اثْنَانِ وَسِتُّوْنَ سَنَةً إِلَّا إِذَا كَانَ لَهُ مَالٌ يَتَّجِرُ فِيْهِ فَيُعْتَبَرُ رِبْحُهُ فِي كُلِّ يَوْمٍ فَإِنْ كَانَ أَقَلَّ مِنْ نِصْفِ الْكِفَايَةِ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ فَهُوَ فَقِيْرٌ وَكَذَا إِذَا جَاوَزَ الْعُمْرَ الْغَالِبَ فَالْعِبْرَةُ بِكُلِّ يَوْمٍ عَلَى حَدَّةٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ مَالٌ أَوْ كَسْبٌ لَا يَكْفِيْهِ فِي نِصْفِ الْيَوْمِ فَهُوَ فَقِيْرٌ
Artinya, “Menurut kalangan Syafi’iyah, orang kaya adalah orang yang mempunyai penghasilan yang cukup sampai usia umumnya orang, yaitu 62 tahun. Kecuali jika ia mempunyai harta yang diperdagangkan, maka keuntungannya dihitung setiap hari.
Jika keuntungan itu kurang dari setengah jumlah kecukupan pada hari itu, maka dia termasuk orang fakir. Begitu pula jika seseorang melebihi batas ‘umrul ghalib, maka dipertimbangkan setiap hari. Jika uang atau penghasilannya tidak cukup untuk setengah hari, maka ia tergolong orang fakir.” (Wahbah Az-zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: 1997] , juz II, halaman 880).
Simpulan Hukum
Merujuk beberapa kitab salaf, standar fakir miskin untuk orang yang sudah tua atau lansia adalah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dalam satu tahun. Hal ini dapat dipahami dari kadar zakat yang diberikan yaitu yang dapat mencukupi kebutuhan dalam satu tahun.
Sedangkan beberapa kitab kontemporer secara tegas menyatakan bahwa standar fakir miskin untuk orang yang sudah tua atau lansia adalah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya selama satu hari. Jika ia memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya dalam satu hari, maka ia tergolong orang kaya yang tidak boleh menerima zakat atas nama fakir miskin. Wallahu a’lam.
Penulis: Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar.
Sumber: NU Online