Jakarta, NU Online Demak
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) di Jakarta pada Senin (20/11/2023) mengingatkan, setidaknya tiga topik penting dan segera ditindaklanjuti.
“Yaitu tentang Sistem Pendidikan Nasional Nahdlatul Ulama (Sisdiknas NU), Pendidikan di zaman serba cepat, dan nilai mendasar pendidikan NU,” ujarnya dikutip dari laman nu.or.id.
Disampaikan, konsistensi LP Ma’arif dalam menjalankan agenda reguler yang memang harus dilaksanakan yakni berupa Rakernas seperti yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa roda LP Ma’arif memang sungguh berjalan, dan ini tentu harus menjadi rujukan bagi lembaga-lembaga yang lain yang ada di lingkungan NU.
“Dalam kesempatan ini saya ingin mengingatkan beberapa hal bahwa kita ini memegang tanggung jawab untuk mengurusi, mengelola lembaga-lembaga pendidikan. Mengelola lembaga pendidikan itu tidak seperti sekadar menyelenggarakan jemaah tahlil atau manaqiban. Ini adalah kegiatan yang di dalamnya seharusnya terkandung strategi yang valid dan efektif, karena akan memiliki dampak yang luas dan panjang,” ucapnya.
Oleh karena itu lanjutnya, sejak awal bahwa LP Ma’arif ini harus mampu membangun suatu Sistem Pendidikan Nasional NU. Di NU punya lebih dari 22 ribu madrasah dan sekolah. Sekian banyak madrasah-sekolah ini tidak boleh dibiarkan beroperasi sendiri-sendiri, tanpa dijalin ke dalam satu sistem yang menyeluruh secara nasional.
“Kita membutuhkan upaya untuk membangun sistem nasional tersebut dengan beberapa komponen penting. Yang pertama, kita harus punya desain yang valid tentang sistem nasional itu sendiri. Desain sistem nasional itu seperti apa? Kita harus mampu membangun desainnya secara valid,” ungkapnya.
Menurutnya, sistem pendidikan nasional tidak asal-asalan, harus bisa dipertanggungjawabkan, dan memang desain yang dibutuhkan sesuai dengan realitas karakteristik dan juga dinamika yang berkembang di sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah yang ada di lingkungan NU.
“Ini pekerjaan yang tidak sederhana, diperlukan data, diperlukan analisis yang akurat, dan diperlukan satu rekomendasi mengenai desain yang valid tersebut. Biasanya sistem seperti ini tulang punggungnya adalah birokrasi,” terangnya.
Dirinya menginginkan LP Ma’arif mengembangkan sisdiknas, desainnya seperti apa. Kalau sudah punya desain, yang yang dibutuhkan kemudian adalah strategi untuk mewujudkannya. Karena ini tentu tidak bisa dilakukan seperti membalikan tangan, tidak bisa diselesaikan dalam semalam, tapi memerlukan satu strategi yang mungkin berjangka panjang.
Kedua sambungnya, dirinya mengingatkan ada satu fenomena yang sekarang semakin kuat kita rasakan, yaitu bahwa masa depan itu datang menghampiri kita dengan cepat sekali. Para pakar dulu suka mengatakan bahwa generasi X ini cenderung menjadi generasi yang hilang, karena generasi baby boomers kelahiran 1940 sampai 1960 masih produktif, dan kemudian sudah disusul oleh munculnya generasi milenial tahun kelahiran tahun 1980-an sampai tahun 2000.
“Jadi generasi saya sebetulnya harusnya menjadi generasi yang hilang. Alhamdulillah, saya tidak jadi hilang. Dulu itu, tahun 1970-an 1980-an, saya merasakan masa depan ini begitu jauh, sehingga kita bisa hidup dengan tenang, dengan agak santai, enggak ada ketergesa-gesaan,” paparnya.
“Fenomena akselerasi perubahan ini harus kita bawa ke dalam dunia pendidikan yang kita kelola, karena tanggung jawab kita kepada anak didik adalah mempersiapkan mereka untuk menghadapi hidup nantinya,” urainya.
Yang terakhir, dirinya mengingatkan bahwa NU ini didirikan dengan mengembang nilai-nilai fundamental. Ini bukan hanya organisasi yang sekadar menjalankan berbagai macam kegiatan seperti organisasi-organisasi lainnya.
NU ini didirikan dengan mengemban nilai-nilai yang diemban oleh NU yang paling mendasar sebetulnya terkait dengan pendidikan, karena NU ini adalah organisasinya ulama. Dan orang tidak bisa jadi ulama kalau tidak dididik lebih dahulu.
“Jadi, nilai-nilai ke-NUan itu pasti yang paling fundamental terkait dengan pendidikan. Nilai-nilai pendidikan adalah memandang pendidikan sebagai ikhtiar paripurna yang komprehensif, dengan kata lain pendidikan itu bukan hanya masalah kognitif,” tegasnya.
Tapi pendidikan itu menurutnya sekaligus pada saat yang sama juga merupakan ikhtiar untuk membangun kapasitas rohani dari anak didik. “Termasuk juga me-nyuwuk anak didik supaya kapasitas rohaninya berkembang. Dan justru di situ inti pendidikan di lingkungan NU,” pungkas Gus Yahya
Sumber: NU Online Jateng/Red