Demak-NU Online Demak
Petani tembakau di Kabupaten Demak kini harus menghadapi kenyataan pahit akibat penurunan harga yang drastis. Setelah sebelumnya sempat mencapai Rp 60 ribu per kilogram (kg), harga tembakau kini merosot hingga Rp 20 ribu per kg. Penurunan ini dipengaruhi oleh masuknya musim hujan yang berdampak langsung pada kualitas tembakau.
Kabupaten Demak memiliki sektor pertanian tembakau yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Karangawen, Kecamatan Mranggen, dan Kecamatan Guntur. Salah satu petani tembakau di Desa Pundenarum, Kecamatan Karangawen, Suparno (59), mengungkapkan bahwa hujan mempengaruhi kualitas tembakau sehingga harga jualnya pun turun.
“Harga tembakau menurun karena sudah mulai turun hujan. Saat tidak ada hujan, kualitas tembakau bagus. Pada Agustus kemarin, harga bisa mencapai Rp 60 ribu per kilogram. Tapi sekarang, ketika ada hujan, kualitasnya turun, dan harganya jatuh ke Rp 25 ribu per kg,” kata Suparno saat ditemui di tengah-tengah kesibukannya mengangkat jemuran tembakau, Selasa (22/10).
Suparno menjelaskan bahwa proses pengeringan tembakau hanya memerlukan waktu satu hari. Setelah kering, tembakau tersebut akan dijual kepada tengkulak yang kemudian akan menjualnya ke gudang, bahkan ada yang dikirim ke luar provinsi untuk diolah menjadi rokok.
“Tembakau ini dibeli oleh tengkulak, lalu dibawa ke gudang. Ada yang ke Jawa Timur, ada yang ke Weleri, juga ke Brambang, ke gudang seperti Djarum dan Daun Mas. Jalurnya dari petani ke bakul, bakul ke gudang, kemudian ke pabrik rokok,” tambahnya.
Menurut Suparno, tembakau hanya bisa ditanam saat musim kemarau, setelah panen padi selesai. Jika musim hujan datang lebih awal, tanaman tembakau bisa terendam air dan mati sebelum panen.
“Biasanya setahun sekali, hanya di musim kemarau. Mulai Agustus sampai hujan datang. Kalau hujan terlambat, tembakau bisa habis panennya. Tapi kalau hujan lebih cepat, tembakaunya tidak sempat habis, mati semua,” jelasnya.
Petani lain, Teguh Rahayu (52), yang juga menanam tembakau, menyatakan bahwa saat ini ia baru memasuki panen kelima. Biasanya, tanaman tembakau bisa dipanen hingga enam atau tujuh kali, namun musim hujan yang datang lebih awal membuat proses panen terhambat.
“Biasanya bisa sampai tujuh kali panen. Tapi sekarang baru lima kali. Interval antara satu panen dengan panen berikutnya biasanya satu minggu. Tapi kalau hujan tinggi, bisa sampai dua minggu, menunggu daun sampai kuning. Kalau daunnya masih hijau, tidak bisa matang,” jelas Teguh.
Ia juga mengeluhkan penurunan harga yang signifikan, yang membuat para petani semakin bingung dan tertekan.
“Harga tembakau sekarang benar-benar hancur. Semua petani bingung. Sebelumnya harganya bisa Rp 60 ribu per kilogram, sekarang jauh turun,” pungkasnya.
Kontributor: Sam/Red