Semarang-NU Online Demak
Kerajaan Demak Bintoro didirikan oleh Dewan Walisongo dan bukan didirikan oleh Raden Fatah, meskipun sejarah dalam Babad dan Serat menyebut Raden Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak Bintoro.
Hal itu disampaikan oleh Ahmad Kastono Abdullah Hasan (Aka Hasan) peneliti Kerajaan Demak Bintoro dan Walisongo saat acara Diskusi Misteri Kerajaan Demak dalam forum Suluk Senen Pahingan di pendopo Joglo, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Itqon Bugen Kota Semarang asuhan Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatun Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH. Ubaidillah Shodaqoh, Minggu (26/11/2023) malam.
Raden Fatah, jelas Aka Hasan sapaan akrab Ahmad Kastono Abdullah Hasan mengatakan adalah Raja Demak Bintoro pertama yang pelantikannya dilakukan bersama dengan Patih Mangkubumi Ronggo Toh Joyo Panglima Perang Angkatan Laut Kerajaan Demak Bintoro, Laksamana Arya Damar, dan Panglima Perang Angkatan Darat, Jendral Abdurrahman Teuku Baha.
“Pelantikan dilakukan oleh Ketua Dewan Walisongo yang sekaligus Ketua Majlis Syuro Kerajaan Demak Bintoro yang saat itu dijabat oleh Sunan Bonang ke-1, Syekh Maulana Abdullah Hasan Bakem, pada hari Jum’at Pon seusai sholat Jum’at tanggal 14 Dzul Hijrah 879 H atau bertepatan dengan tanggal 21 April 1475 H,” imbuhnya
Hasan menambahkan bahwa Dewan Walisongo sebagai pendiri Kerajaan Demak Bintoro dibentuk dan didirikan berdasarkan musyawarah para wali se-Jawa yang pertama tahun 1463 M/867 H dan musyawarah para wali se-Jawa yang kedua yaitu tahun 1466 M/870 H, sehingga terbentuklah organisasi dakwah Islam pertama di tanah Jawa yang bernama Dewan Walisongo pada hari Ahad Pon tanggal 14 Dzul Hijrah 870 H atau bertepatan dengan tanggal 27 Juli 1466 M.
Tempat musyawarah para wali se-Jawa yang pertama tahun 1463 M/867 H maupun yang kedua tahun 1466 M/870 H adalah di Pesantren Glagah Wangi Demak, dimana Sunan Ampel Demak, Syekh Maulana Muhammad Abuddin al-Maghribi, sebagai tuan rumahnya.
Adapun para pendiri Dewan Walisongo, urainya, yaitu; 1. Sunan Ampel Demak (Syekh Maulana Muhammad Abuddin al-Maghribi), 2. Sunan Bonang Sepuh (Syekh Maulana Abdullah Hasan Bakem al-Maghribi), 3. Sunan Bonang Anom (Syekh Maulana Muhammad Hasan bin Abdullah Hasan Bakem al-Maghribi), 4. Sunan Drajat (Syekh Maulana Abdurrahman Teuku Baha), 5. Sunan Giri (Syekh Maulana Mudhofar Hasan Shiddiq al-Maghribi).
Kemudian yang ke-6. Sunan Kalijogo (Syekh Maulana Abdullah Said Putra Tumenggung Wilwatiktab Adipati Tuban) yang menjadi murid Sunan Bonang Sepuh (Sunan Bonang ke-1) dari tahun 1448-1486 M, 7. Sunan Kudus ke-1 (Syekh Maulana Muhammad Ja’far Hasan), 8. Sunan Muria ke-1 (Syekh Maulana Hasan Syadzilly), dan 9. Syekh Siti Jenar Demak (Syekh Maulana Hasan Ali Asrori bin Syekh Mudhofar Malik Hasan al-Maghribi).
“Banyak data sejarah tentang kerajaan Demak Bintoro dan Walisongo yang luput dari penulisan sejarah, karena naskah Babad dan Serat terlalu banyak membelokkan sejarah dari fakta dan realita sejarah yang sebenarnya dan kita lebih banyak mengadopsi dari naskah-naskah tersebut tanpa menggali data dan fakta sejarah yang sebenarnya,”ungkap Hasan.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Itqon Bugen Semarang yang juga Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, KH. Ubaidilah Shadaqoh menyampaikan bahwa seharusnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Demak bisa memfasilitasi dan menampung hasil-hasil temuan yang dilakukan oleh para peneliti dan penulis buku Sejarah Demak sebagai penghargaan intelektual.
“Diakui hingga kini belum ada satu pun jejak yang menjadi titik terang dimana letak dan lokasi Kerajaan Demak berada. Sementara sejumlah penelitian yang sering dilakukan menjelaskan keberadaan Kerajaan Demak Bintoro, namun semua hasil pemikiran tersebut menguap begitu saja,”Pungkasnya.
Pengirim: Rohmad Sholeh/Red