NU Online Demak
Pagi hari selepas shalat subuh menjadi kenikmatan tersendiri bagi sebagian umat Muslim untuk kembali tidur setelah dini hari digunakan untuk bangun sahur. Rasa kantuk ditambah kondisi perut yang kenyang membuat mereka sulit untuk tidak merebahkan tubuh di atas empuk kasur, apalagi untuk orang yang tinggal di wilayah dengan cuaca dingin.
Padahal, para ulama tidak menganjurkan tidur setelah shalat subuh. Sebab itu, mereka menggunakan waktu tersebut untuk memperbanyak dzikir sampai matahari terbit. Tentu, aktivitas positif ini seharusnya semakin giat dilakukan saat momen Ramadhan karena pahala amal ibadah dibalas berkali-kali lipat. Syekh Ibrahim Al-Baijuri dalam menegaskan,
,وَبِالْجُمْلَةِ فَيُكْثِرُ فِيْهِ مِنْ أَعْمَالِ الْخَيْرِ لِأَنَّ الْعَمَلَ يُضَاعَفُ فِيْهِ عَلَى الْعَمَلِ فِيْ غَيْرِهِ مِنْ بَقِيَّةِ الشُّهُوْرِ
Artinya, “Seseorang dapat melakukan kebaikan secara umum karena ganjaran amal kebaikan apapun bentuknya akan dilipatgandakan dibandingkan ganjaran amal kebaikan yang dilakukan di luar bulan Ramadhan. (Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Ḥāsyiyatul Baijūrī, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1999], juz I, halaman 562)
Syekh Sulaiman Al-Jamal dalam Ḥāsyiyatul Jamāl bahkan mengatakan bahwa tidur setelah shalat subuh merupakan perbuatan yang mendatangkan siksa. Sebab, waktu yang seharusnya digunakan untuk memperbanyak dzikir justru disia-siakan begitu saja. Syekh Sulaiman menuturkan,
النَّوْمُ عَلَى سَبْعَةِ أَقْسَامٍ نَوْمُ الْغَفْلَةِ وَنَوْمُ الشَّقَاوَةِ وَنَوْمُ اللَّعْنَةِ وَنَوْمُ الْعُقُوبَةِ وَنَوْمُ الرَّاحَةِ وَنَوْمُ الرَّحْمَةِ وَنَوْمُ الْحَسَرَاتِ. أَمَّا نَوْمُ الْغَفْلَةِ فَالنَّوْمُ فِي مَجْلِسِ الذِّكْرِ وَنَوْمُ الشَّقَاوَةِ النَّوْمُ فِي وَقْتِ الصَّلاةِ وَنَوْمُ اللَّعْنَةِ النَّوْمُ فِي وَقْتِ الصُّبْحِ وَنَوْمُ الْعُقُوبَةِ النَّوْمُ بَعْدَ الْفَجْرِ وَنَوْمُ الرَّاحَةِ النَّوْمُ قَبْلَ الظُّهْرِ وَنَوْمُ الرَّحْمَةِ النَّوْمُ بَعْدَ الْعِشَاءِ
Artinya, “Tidur itu ada tujuh macam, yaitu tidur lalai, tidur celaka, tidur laknat, tidur siksa, tidur istirahat, tidur rahmat, dan tidur penyesalan. Tidur lalai merupakan tidur yang dilakukan di majelis dzikir (tempat orang berkumpul untuk dzikir bersama), tidur celaka merupakan tidur saat waktu shalat, tidur laknat merupakan tidur di waktu subuh, tidur siksa merupakan tidur setelah waktu fajar (shalat subuh), tidur istirahat merupakan tidur sebelum waktu dzuhur, dan tidur rahmat merupakan tidur setelah shalat isya.” (Sulaiman Al-Jamal, Ḥāsyiyatul Jamāl, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 2013], juz I, halaman 429)
Alasan Dihukumi Makruh Hukum tidur setelah shalat subuh adalah makruh. Hal ini karena pada waktu tersebut ada beberapa keutamaan yang bisa diperoleh seorang Muslim jika memanfaatkan momen ini dengan baik. Berikut adalah dua alasan kemakruhan tidur setelah subuh.
Artinya, “Dari Sayidah Fatimah putri Nabi Muhammad saw, ia berkata, ‘Rasulullah mendatangiku saat aku sedang tidur di pagi hari. Lalu Rasulullah menggerakkanku dengan kakinya. Kemudian beliau bersabda, ‘Wahai putriku, berdirilah! Lihatlah rezeki Tuhanmu. Janganlah kamu lalai, sebab Allah membagikan rezeki untuk manusia di antara waktu keluarnya fajar (masuk waktu subuh) hingga terbitnya mentari (dari timur).” (HR. Imam Baihaqi).
عَنْ صَخْرٍ الْغَامِدِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا وَكَانَ إِذَا بَعَثَ سَرِيَّةً أَوْ جَيْشًا بَعَثَهُمْ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ وَكَانَ صَخْرٌ رَجُلًا تَاجِرًا وَكَانَ يَبْعَثُ تِجَارَتَهُ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ فَأَثْرَى وَكَثُرَ مَالُهُ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ صَخْرُ بْنُ وَدَاعَةَ
Artinya, “Dari Shakhr al-Ghamidi, dari Nabi SAW, beliau mengucapkan, ‘Allāhumma bārik li immatī fī bukūrihā (Ya Allah, berkahilah umatku di pagi hari).’ Jika mengirim ekspedisi atau pasukan perang, beliau akan melakukannya di pagi hari. Shakhr merupakan seorang pedagang dan ia mengirim dagangannya di pagi hari, sehingga hartanya melimpah. Abu Dawud berkata, ‘Ia adalah Shakhr bin Wada’ah.’” (HR Abu Dawud).
Mengenai arti berkah sendiri sulit untuk didefinisikan karena merupakan sesuatu yang abstrak dan sulit diidentifikasi. Hanya saja, ada kisah menarik mengenai pengertian berkah. Dikisahkan dalam Al-Barakatu fī Miati Hadīts karya Muhammad Zaki Hadr, sekali waktu seorang ulama berdoa begini,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ رِزْقِيْ
Artinya, “Ya Allah, berilah hamba rezeki yang berkah.”
Seseorang lalu bertanya, “Wahai syekh, mengapa engkau berdoa meminta berkah dalam rezeki, tidak langsung meminta rezekinya saja?”
Syekh menjawab,
إِنَّ اللهَ ضَمِنَ الرِّزْقَ لِكُلِّ حَيٍّ مِنْ خَلْقِهِ وَ لَكِنِّيْ أَسْئَلُهُ الْبَرَكَةَ فِيْ الرِّزْقِ فَهِيَ جُنْدٌ خَفِيٌّ مِنْ جُنُوْدِ اللهِ يُرْسِلُهَا لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَإِنْ حَلَّتْ فِيْ الْمَالِ أَكْثَرَتْهُ وَ فِي الْوَلَدِ أَصْلَحَتْهُ وَ فِي الْجَسَدِ قَوَّتْهُ وَ فِي الْوَقْتِ عَمَّرَتْهُ وَ فِيْ الْقَلْبِ أَسْعَدَتْهُ Artinya, “Sesungguhnya Allah sudah menjamin rezeki untuk seluruh makhluknya, tapi tidak menjamin keberkahan. Oleh sebab itu, aku berdoa agar diberi keberkahan rezeki. Berkah merupakan tentara rahasia Allah yang diberikan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Jika berkah menempel pada harta akan menjadi kekayaan, jika menempel pada keturunan akan menjadi anak yang saleh, jika menempel pada tubuh akan menjadi kekuatan, jika menempel pada waktu akan menjadi kemakmuran, dan jika menempel pada hati akan menjadi kebahagiaan.” (Zaki Hadr, , 7).
Mari jadikan momen pagi hari Ramadhan untuk mendapatkan limpahan berkah dan pahala dengan menjadikannya waktu untuk melakukan amalan-amalan sunnah. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma’had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta.
Sumber : NU Online