NU Online Demak
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Pada kesempatan yang mulia ini, marilah kita bersama memperkuat dan meningkatkan komitmen ketakwaan kita pada Allah swt dengan terus menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Kita harus menyadari bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah di muka bumi ini dengan misi utama untuk beribadah dan menyembah Allah swt. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Ad-Dzariyath ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Kepatuhan untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang sudah ditentukan oleh Allah swt ini menjadi barometer suksesnya kita mengemban misi utama dari Allah. Maka setiap makhluk, baik jin atau manusia wajib tunduk kepada peraturan Allah, merendahkan diri terhadap kehendak-Nya, menerima apa yang telah ditakdirkannya, menerima atas kehendak-Nya dan diberi rezeki sesuai dengan apa yang telah Allah tentukan untuknya. Tak seorang pun yang dapat memberikan manfaat atau mendatangkan mudarat karena kesemuanya adalah dengan kehendak Allah swt.
Selain komitmen ketakwaan, marilah kita juga senantiasa memanjatkan rasa syukur pada Allah swt yang telah menganugerahkan nikmat yang tak bisa dihitung satu-persatu dalam kehidupan kita ini. Mudah-mudahan nikmat yang senantiasa kita syukuri ini akan terus ditambah oleh Allah swt yang maha pemurah dan penyayang. Jangan sampai kita menjadi insan yang kufur atas nikmat Allah sehingga kita akan mendapatkan azab yang besar sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran surat ibrahim ayat 7:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Terjemah :”Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Beribadah dan bersyukur menjadi keniscayaan untuk terus dipertahankan dan diperkuat dalam kehidupan kita di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana tidak? Saat ini bisa kita rasakan sendiri bahwa kita dan seluruh umat beragama di Indonesia bisa beribadah dengan tenang dan nyaman tanpa gangguan dan larangan. Tidak seperti di negara yang penuh dengan konflik dan peperangan. Mereka harus beribadah dalam kecemasan dan rasa was-was karena desingan peluru dan bom yang terus mengancam keselamatan hidup mereka.
Kita sudah menikmati karunia Allah yang luar biasa ini berupa kemerdekaan melalui washilah para pejuang yang telah berkorban jiwa dan raga. Sehingga sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah dalam wujud menjaga kedamaian dan ketenangan dalam suasana kemerdekaan ini. Terlebih pada hari ini tanggal 22 Oktober 2021 yang bertepatan dengan Hari Santri, kita harus mengingat perjuangan para ulama, kiai, dan santri yang memiliki kontribusi besar dalam kemerdekaan Indonesia.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Penetapan Hari Santri yang kita peringati hari ini adalah merupakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015. Hari Santri merupakan supremasi perjuangan para santri dan ulama pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Saat itu NICA (Netherlands Indies Civil Administration) membonceng tentara Sekutu (Inggris) hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca kekalahan Jepang oleh Sekutu setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.
Hal ini menunjukkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir perjuangan. Justru perjuangan makin tidak mudah ketika bangsa Indonesia harus menegakkan kemerdekaan karena upaya kolonialisme masih tetap ada. Ulama pesantren sudah melakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi perang senjata saat Jepang menyerah kepada Sekutu.
Benar saja, setelah Proklamasi Kemerdekaan, terjadi Agresi Militer Belanda kedua yang puncaknya adalah berupa pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan. Peperangan melawan agresi militer ini tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad ini menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda ini.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Dari sejarah ini kita juga bisa mengambil hikmah bahwa agama dan nasionalisme bisa saling memperkuat dalam membangun bangsa dan negara. Dua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Agama Islam memerlukan tanah air sebagai lahan dakwah dan menyebarkan agama, sedangkan tanah air memerlukan siraman-siraman nilai-nilai agama agar tidak tandus dan kering. Agama tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrem. Sedangkan nasionalisme tanpa agama akan kering. Ulama menegaskan:
حُبُّ الْوَطَن مِنَ اْلِايْمَان
Artinya: “Nasionalisme adalah sebagian dari iman”
Kemudian di era kemerdekaan saat ini, perjuangan yang harus kita lakukan tentu berbeda dengan saat merebut kemerdekaan. Saat ini, cinta tanah air dapat diwujudkan melalui belajar tekun, menjaga lingkungan, saling menghormati dan menghargai sesama meskipun berbeda keyakinan. Kita juga bisa mengisi kemerdekaan dengan belajar agama kepada kiai atau ulama secara mendalam, dan berusaha agar keberadaaanya mendatangkan manfaat untuk masyarakat, bangsa, dan negara.
Terkait cinta tanah air, Allah swt berfirman Al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 66: وَلَوْ اَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ اَنِ اقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ اَوِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ مَّا فَعَلُوْهُ اِلَّا قَلِيْلٌ مِّنْهُمْ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ فَعَلُوْا مَا يُوْعَظُوْنَ بِهٖ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَشَدَّ تَثْبِيْتًاۙ
Artinya:”Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,” ternyata mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sekiranya mereka benar-benar melaksanakan perintah yang diberikan, niscaya itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)”.
Dalam Tafsir al-Kabir, al-Imam Fakhruddin ar-Razi menyebutkan bahwa Allah menjadikan meninggalkan kampung halaman setara dengan bunuh diri. Hal ini menegaskan bahwa meninggalkan tanah air bagi orang-orang yang berakal adalah perkara yang sangat sulit dan berat, sama sebagaimana sakitnya bunuh diri. Jadi, cinta tanah air merupakan fitrah yang terhunjam sangat dalam pada jiwa manusia.
Rasulullah saw juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas tentang kisah yang menunjukkan kecintaan Rasulullah pada kota Madinah dan menjadi dasar disyariatkannya cinta pada tanah air.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi saw ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah”. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Demikianlah beberapa hal yang patut menjadi renungan kita bersama untuk senantiasa meningkatkan rasa syukur dan memperkuat kecintaan kita pada tanah air di momen Hari Santri 2021. Semoga NKRI selalu dalam ridho dan lindungan Allah swt sehingga kita bisa menjalankan misi utama ibadah kita kepada Allah dengan khusyuk dan penuh ketenangan dalam suasana kemerdekaan. Mari jaga kedamaian ini.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ *
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung
Sumber: NU Online